Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina (Foto: dpr)
JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina menyoroti belum seragamnya pelaksanaan biaya pemeriksaan istitha’ah kesehatan bagi calon jemaah haji (calhaj) di berbagai daerah. Kondisi ini dinilai menambah beban biaya bagi jemaah.
Selly menyampaikan itu usai pertemuan tim kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI dengan jajaran Kanwil kemenag kepri dan wali kota/kepala otorita batam, Provinsi Kepulauan Riau, Batam, Kamis (13/11). Dalam kesempatan itu, ia mengapresiasi kesiapan Pemerintah Kota Batam dan BP Batam dalam mempersiapkan fasilitas keberangkatan jemaah, meski terdapat pengurangan jumlah calon haji yang berangkat melalui embarkasi tersebut.
“Kami mengapresiasi persiapan dari pemerintah daerah Batam karena bekerja sama dengan BP Batam. Secara keseluruhan persiapannya sudah sangat baik, tinggal bagaimana mengolaborasikan dengan Kementerian Haji yang kini berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag,” ijarnya.
Meski demikian, Selly menilai proses transisi kelembagaan antara Kementerian Agama dan Kementerian Haji dalam pembentukan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) masih menjadi tantangan tersendiri. Kondisi ini, menurutnya, berdampak pada lambatnya koordinasi dengan jemaah dalam hal pelunasan biaya dan pemeriksaan kesehatan.
"Tidak mudah karena SOTK-nya masih transisi, terutama di tingkat kabupaten dan kota yang harus berkoordinasi langsung dengan jemaah,” jelas legislator dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Selly juga menyoroti belum adanya keseragaman biaya pemeriksaan kesehatan jemaah haji di seluruh Indonesia. Ia menyebutkan, perbedaan tarif di tiap daerah ada yang mencapai Rp1 juta dan ada yang di bawahnya, ini menjadi polemik karena menambah biaya di luar pelunasan haji.
Selain soal biaya, ia menekankan perlunya standardisasi nasional terkait kriteria penyakit yang menentukan kelulusan istitha’ah kesehatan. Menurutnya, kejelasan standar tersebut penting agar tidak menimbulkan ketidakpastian di lapangan.
"Standardisasi penyakit apa saja yang boleh dan tidak boleh berangkat harus jelas. Ini akan menjadi bahan pendalaman Komisi VIII dalam rapat kerja mendatang,” ujarnya.
Lebih lanjut, Selly meminta Kementerian Haji bertindak tegas terhadap kemungkinan adanya praktik manipulasi dokumen kesehatan oleh oknum tertentu di daerah.
"Kementerian Haji perlu mengeluarkan semacam ultimatum kepada kantor wilayah maupun pejabat di daerah agar tidak ada penyalahgunaan kewenangan dalam penentuan istitha’ah," tegasnya.
Selly menegaskan bahwa ketentuan istitha’ah kesehatan sepenuhnya merujuk pada aturan Pemerintah Arab Saudi, bukan keputusan dari Indonesia. Karena itu, ia berharap kebijakan nasional dapat disesuaikan agar tidak terjadi perbedaan interpretasi.
"Keputusan mengenai istitha’ah itu bukan dari kita, tetapi dari Pemerintah Saudi Arabia. Jadi perlu ada keseragaman dan ketegasan agar calon jemaah tidak dirugikan,” pungkasnya.