• Info DPR

Anis Byarwati Sepakat Menkeu Tolak Bayar Utang Whoosh Pakai APBN

Agus Mughni Muttaqin | Kamis, 16/10/2025 23:59 WIB
Anis Byarwati Sepakat Menkeu Tolak Bayar Utang Whoosh Pakai APBN Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati. Foto: dpr

JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menilai beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh tidak semestinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Anis Byarwati pun mengaku sepakat dengan sikap tegas Menteri Keuangan Purbaya yang menolak pembayaran utang proyek tersebut menggunakan dana negara, APBN.

“Tidak tepat jika APBN yang harus menanggung, kondisi itu justru memperberat kondisi keuangan negara yang sudah dalam keadaan terbatas,” ujar Anis, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/10).

Politikus PKS itu menjelaskan, sejak awal proyek KCJB telah menimbulkan berbagai persoalan. Ia menyoroti bahwa proyek tersebut tidak termasuk dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030 dan bahkan sempat tidak disetujui oleh Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan.

“Menhub Jonan dulu sudah memperingatkan bahwa proyek ini akan sulit dibayar. Kekhawatiran itu kini terbukti,” kata Anis.

Berdasarkan informasi yang beredar, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI)—anak usaha PT KAI yang menjadi pemegang saham terbesar di PT KCIC—mencatat kerugian sebesar Rp4,195 triliun pada 2024. Kerugian berlanjut hingga semester I-2025 sebesar Rp1,625 triliun.

“Data BPS menunjukkan, kereta cepat hanya ramai saat liburan. Padahal biaya investasi dan operasionalnya sangat besar,” ujarnya.

Anis menilai, kondisi tersebut menjadi pelajaran penting bagi pemerintah agar lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan yang melibatkan kepentingan publik.

“Perusahaan BUMN yang awalnya sehat kini terbebani membayar utang Rp2 triliun per tahun untuk proyek kereta cepat yang merupakan penugasan presiden terdahulu, padahal pembantunya sudah mengingatkan sejak awal,” ungkap doktor ekonomi lulusan Universitas Airlangga tersebut.

Lebih lanjut, Anis menekankan agar penggunaan APBN difokuskan hanya pada hal-hal yang benar-benar esensial.

Ia juga menyinggung ketentuan baru dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, di mana dividen BUMN disetorkan ke Danantara dan tidak langsung masuk APBN.

“Karena itu, Danantara harus mampu mengelola dan mencari solusi tanpa membebani APBN lagi,” ujarnya.