JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI resmi mencoret rencana pemberian kewenangan kepada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) untuk menilai indeks pembinaan ideologi Pancasila terhadap penyelenggara negara dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang BPIP.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Iman Sukri menjelaskan, poin tersebut sempat menjadi sorotan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) pembahasan RUU tentang BPIP. Namun akhirnya dibatalkan karena Baleg memandang dengan pasal itu BPIP seakan-akan bisa menilai lembaga manapun soal indeks pelaksanaan ideologi Pancasila.
"Kemudian muncul alternatif Bab IV Pasal 12 itu, menurut saya lebih moderat, jadi bukan indeks, tapi monitoring dan evaluasi," kata Iman saat memimpin rapat Baleg DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin (29/9).
Dalam draf RUU yang ditampilkan dalam rapat di Baleg DPR RI, Pasal 12 Ayat 1 RUU tersebut awalnya berbunyi bahwa `BPIP melakukan penilaian indeks hasil Pembinaan Ideologi Pancasila setiap tahun terhadap penyelenggara negara, badan hukum, badan usaha, dan masyarakat`.
Namun kemudian poin tersebut diubah menjadi Pasal 12 Ayat 1 yang baru, yakni berbunyi `BPIP melakukan monitoring dan evaluasi Pembinaan Ideologi Pancasila yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara, badan hukum, badan usaha, dan masyarakat`.
Iman menegaskan, penghapusan wacana kewenangan BPIP untuk bisa menilai indeks Pancasila dilakukan agar badan tersebut tak menjadi alat kekuasaan untuk `menggebuk`. Dia mengatakan pihak BPIP juga sudah menerima secara terbuka penghapusan wacana kewenangan itu.
Selain itu, Politikus PKB ini mengatakan bahwa Baleg DPR RI memasukkan usulan dalam RUU itu agar BPIP menjadi lembaga yang setingkat kementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
"Ini kemarin ada usulan dari Prof Jimly, agar kuat fungsi BPIP ini maka diusulkan agar setingkat menteri," katanya.
Sementara itu, Anggota Baleg DPR RI Hinca Panjaitan menilai bahwa penilaian indeks itu berpotensi menimbulkan kesulitan yang tinggi jika dilaksanakan. Dia pun setuju agar hal itu dilakukan lebih terbuka dengan cara monitoring dan evaluasi (monev).
"Jadi monev ini menjadi sarananya, kendaraannya yang menjadi pikiran kita, dan itu yang kita rumuskan dalam undang-undang ini," kata Hinca.
Dia pun mengusulkan nantinya substansi pelaksanaan monitoring dan evaluasi itu diserahkan kepada BPIP supaya bisa mengikuti perkembangan zaman.
“Dan nanti kalau kita rapat dengan BPIP, mudah kita berdialog dan melakukan pengawasan setiap waktu," katanya.