Dirut BRI-IT Diperiksa KPK Terkair Korupsi EDC

M. Habib Saifullah | Jum'at, 26/09/2025 13:20 WIB
Dirut BRI-IT Diperiksa KPK Terkair Korupsi EDC Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

JAKARTA - Direktur Utama (Dirut) PT BRI-IT Rudy Andimono diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (26/9/2025) hari ini.

Dia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tahun 2020-2024.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, atas nama RA" kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya.

Sebelumnya, KPK sudah dua kali memanggil Rudy. Panggilan pertama pada Kamis, 21 Agustus 2025 dan kedua, 26 Agustus 2025.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menyita uang senilai Rp54 miliar terkait kasus ini pada Kamis, 25 September 2025. Uang itu merupakan tambahan dari penyitaan KPK sebelumnya yakni sebesar Rp11 miliar.

"Uang-uang tersebut adalah pengembalian dari salah satu vendor proyek EDC BRI yang sedang KPK tangani. Sehingga sampai dengan saat ini, total penyitaan uangnya sebesar Rp65 miliar dari salah satu vendor tersebut," kata Budi dalam keterangannya.

Budi mengatakan penyitaan uang dari vendor itu sebagai bentuk itikad baik dan kerja sama yang positif antara pihak-pihak terkait dengan Tim Penyidik KPK.

Oleh karena itu, KPK meminta kepada vendor-vendor lain yang terlibat dalam proyek tersebut agar kooperatif dan mendukung pengungkapan perkara ini agar terang benderang.

KPK diketahui telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi (PCS), Elvizar; mantan Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto.

Kemudian, mantan Direktur Digital, Teknologi, Informasi dan Operasi BRI, Indra Utoyo yang juga mantan Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk.

Selanjutnya SEVP Manager Aktiva dan Pengadaan BRI, Dedi Sunardi; dan Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi, Rudy Suprayudi Kartadidjaja.

KPK menyebut kelima tersangka itu telah memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp744.540.374.314,00 (Rp744,5 miliar) yang dihitung dengan metode real cost.

Para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.