• News

KPK Telusuri Pihak Penampung Uang Korupsi Kuota Haji Senilai Rp1 Triliun

M. Habib Saifullah | Jum'at, 19/09/2025 14:15 WIB
KPK Telusuri Pihak Penampung Uang Korupsi Kuota Haji Senilai Rp1 Triliun Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri pihak-pihak yang diduga menampung uang dari hasil dugaan korupsi kuota haji dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024 oleh Kementerian Agama.

Penelusuran aliran uang ini menjadi alasan KPK belum mengumumkan para tersangka dalam kasus yang ditaksir merugikan negara hingga Rp1 triliun tersebut.

"Siapa juru simpannya dan digunakan untuk apa saja? nah ini juga salah satu yang sedang kita telusuri dan ini yang membuat mungkin rekan-rekan menjadi tidak sabar kemana uang itu mengalir," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur dalam keterangannya, Jumat (19/9/2025)

"Kemudian juga mengapa belum ditetapkan para tersangka. Kami tidak ingin gegabah dalam hal ini karena kami ingin melihat kepada siapa saja uang ini, kemudian berpindah dan berhentinya di siapa," ujar Asep.

Asep meyakini pengumpulan uang terkait kuota haji tidak berkumpul di pimpinan suatu lembaga, dalam hal ini Kementerian Agama.

"Kalau di suatu lembaga juga kan ada khusus yang mengelola keuangannya," kata dia.

"Tidak harus setiap orang yang mengumpulkannya. Kita dari orang tersebut yang sedang kita cari, sedang kita identifikasi, nanti kalau sudah kita ketahui bahwa ternyata uang-uang ini mengumpul atau berkumpul pada seseorang, atau boleh dibilang juru simpannya, itu akan memudahkan bagi kami penyidik untuk melakukantracing," lanjut dia.

Jenderal polisi bintang satu ini menambahkan KPK sudah bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran uang dimaksud.

"Misalkan begini, uangnya ada pada Mr. X. Kemudian Mr. X ini merupakan representasi dari siapa. Kemudian digunakan di mana saja. Kita bisa mengecek misalkan suatu saat digunakan di pertokoan mana. Digunakan untuk membayar sesuatu," tutur Asep.

"Misalkan kalau itu menggunakan kartu kredit ya. Di situ adarecord-nya. Atau ambil uang di tempat misalkan ATM itu adarecord-nya. Kita bisa mengecek karena di tempat-tempat tersebut juga ada CCTV-nya," sambungnya.

Meskipun ATM atas nama Mr. X, lanjut Asep, bisa saja yang menggunakannya adalah Mr. Y.

"Kita lihat bahwa ketika mengambil uang untuk menggunakan ternyata di videonya adalah Mr. Y. Kita bisa pastikan bahwa sesungguhnya yang memegang kendali atas rekening-rekening tersebut adalah Mr. Y. Mr. Y itu yang sedang kita telusuri,"

"Juru simpannya siapa, nanti tentunya pada saatnya akan kita sampaikan," imbuhnya.

Untuk diketahui, KPK mengusut kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kementerian Agama yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. KPK menyatakan akan menetapkan tersangka dalam waktu dekat.

Dalam perkara ini, KPK menduga terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia.

Berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.

Dengan aturan itu, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.

Namun dalam pelaksanaannya kuota haji tambahan sebanyak 20.000 itu justru dibagi dua atau 50:50, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Pembagian kuota haji menjadi 50:50 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas pada tanggal 15 Januari 2024.

Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun lebih.

KPK melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung angka pasti kerugian negara. KPK menyebut ada lebih dari 100 travel yang diduga terlibat dalam pengurusan kuota haji tambahan.