Insiden Islamofobia di Australia Meroket Sejak Perang Israel di Gaza

Tri Umardini | Sabtu, 13/09/2025 01:01 WIB
Insiden Islamofobia di Australia Meroket Sejak Perang Israel di Gaza Perdana Menteri Australia Anthony Albanese memegang salinan laporan Tanggapan Nasional terhadap Islamofobia saat berbicara kepada media dalam konferensi pers di Kantor Parlemen Persemakmuran di Sydney pada 12 September 2025 (FOTO: AP)

JAKARTA - Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan pemerintahnya akan “mempertimbangkan dengan saksama” rekomendasi dari laporan independen yang menemukan bahwa insiden anti-Muslim di negara tersebut telah “meroket” sejak dimulainya perang Israel di Gaza.

Selama jumpa pers di Kantor Parlemen Persemakmuran di Sydney pada hari Jumat (12/9/2025), Anthony Albanese mengatakan bahwa menargetkan warga Australia berdasarkan keyakinan agama mereka merupakan serangan terhadap nilai-nilai inti negara.

“Warga Australia seharusnya bisa merasa aman dan nyaman di komunitas mana pun … kita harus memberantas kebencian, ketakutan, dan prasangka yang mendorong Islamofobia dan perpecahan dalam masyarakat kita,” ujarnya.

Aftab Malik, yang telah menjabat sebagai utusan khusus pemerintah untuk memerangi Islamofobia sejak Oktober lalu, ditunjuk untuk peran tiga tahun tersebut guna merekomendasikan langkah-langkah pencegahan kebencian anti-Muslim.

Penunjukan ini dilakukan di tengah lonjakan insiden anti-Semit dan Islamofobia di Australia sejak dimulainya perang genosida Israel di Gaza menyusul serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan.

Laporan independen yang dirilis pada hari Jumat dan yang pertama dari Malik sejak menduduki jabatan tersebut, mengatakan normalisasi Islamofobia telah menyebar luas di Australia sehingga banyak insiden bahkan tidak dilaporkan.

“Realitanya, Islamofobia di Australia masih terus ada, terkadang diabaikan, terkadang disangkal, namun tidak pernah ditangani secara tuntas,” ujar Malik, yang tampil bersama Anthony Albanese.

“Kita telah menyaksikan pelecehan di tempat umum, grafiti … kita telah melihat perempuan dan anak-anak Muslim menjadi sasaran, bukan karena apa yang mereka lakukan, melainkan karena jati diri mereka dan apa yang mereka kenakan.”

Laporan setebal 60 halaman itu berisi 54 rekomendasi kepada pemerintah termasuk tinjauan terhadap undang-undang dan prosedur antiterorisme untuk menyelidiki potensi diskriminasi.

Malik juga merekomendasikan penyelidikan luas terhadap Islamofobia untuk menyelidiki pendorong utama dan potensi diskriminasi dalam kebijakan pemerintah.

Islamofobia meningkat sejak serangan al-Qaeda di Amerika Serikat pada 11 September 2001 dan telah mengakar, kata Malik.

Insiden Islamofobia secara langsung telah meroket hingga 150 persen — dan 250 persen secara daring — sejak dimulainya perang Israel di Gaza, kata Malik.

Pemerintah Australia telah mengakui adanya peningkatan tajam dalam insiden Islamofobia dan anti-Semit di Australia.

Jillian Segal ditunjuk sebagai utusan untuk memerangi anti-Semitisme pada Juli 2024.

Segal merekomendasikan, dalam laporan pertamanya dua bulan lalu, agar universitas-universitas Australia kehilangan pendanaan pemerintah kecuali mereka mengatasi serangan terhadap mahasiswa Yahudi, dan agar calon migran disaring berdasarkan afiliasi politiknya.

Menurut Sensus Australia 2021, 3,2 persen penduduk Australia beragama Muslim.

Islamofobia juga meningkat di seluruh Eropa, dipicu oleh partai-partai politik yang mengusung sikap anti-imigrasi populis. (*)