JAKARTA - Kasus korupsi di Indonesia sering kali melibatkan pejabat publik yang menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri. Dua bentuk paling umum ialah pemerasan dan suap. Modus yang digunakan pun kian beragam, mulai dari cara konvensional hingga metode yang lebih rapi dan terselubung.
Dalam kasus pemerasan, pejabat biasanya menggunakan kekuasaan atau posisi strategis untuk menekan pihak lain. Beberapa modus yang sering terjadi seperti memaksa izin usaha.
Pejabat mengancam tidak akan mengeluarkan izin usaha kecuali diberikan sejumlah uang atau fasilitas.
Selain itu ada pula ancaman pemeriksaan, seperti aparat penegak hukum atau pejabat pengawas melakukan intimidasi agar pihak tertentu memberikan uang agar terhindar dari kasus hukum.
Serta penyalahgunaan kewenangan menggunakan jabatannya untuk memeras bawahan, kontraktor, atau pengusaha demi keuntungan pribadi.
Berbeda dengan pemerasan, suap biasanya dilakukan secara “saling menguntungkan” antara pemberi dan penerima. Modus yang sering muncul antara lain suap proyek, seperti pengusaha memberikan uang agar dipilih sebagai pemenang tender proyek pemerintah.
Ada pula suap jabatan yang diberikan agar seseorang bisa dipromosikan, mutasi, atau menduduki jabatan tertentu.
Namun kini, praktik pemerasan dan suap tidak selalu dalam bentuk uang tunai. Ada berbagai cara lain yang dipakai koruptor agar lebih sulit terdeteksi yaitu fasilitas mewah seperti pemberian tiket perjalanan, hotel berbintang, hingga wisata luar negeri. Pemberian barang mahal semisal jam tangan, perhiasan, kendaraan, atau rumah.