JAKARTA - Kasus pejabat yang melakukan pemerasan dan suap masih menjadi momok dalam dunia birokrasi Indonesia. Dua tindak pidana ini masuk dalam kategori tindak pidana korupsi yang diatur secara tegas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Hukuman yang dijatuhkan tidak hanya berupa penjara, tetapi juga denda, pencabutan hak politik, hingga kerugian reputasi. Pemerasan oleh pejabat maksimal 9 tahun penjara
Pemerasan merupakan tindakan memaksa seseorang memberikan sesuatu dengan ancaman atau penyalahgunaan jabatanDalam Pasal 368 KUHP, disebutkan bahwa Barang siapa melakukan pemerasan dapat dihukum penjara maksimal 9 tahun.
Jika dilakukan oleh pejabat publik, maka hukuman bisa lebih berat karena masuk kategori penyalahgunaan wewenang.
Dalam konteks tindak pidana korupsi, pejabat pemeras dapat dijerat dengan UU Tipikor, dengan ancaman hukuman lebih tinggi serta pemberatan jika menimbulkan kerugian negara.
Suap diatur dalam UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001), dengan sanksi berat bagi kedua pihak:
Penerima suap dapat dipidana penjara paling lama 20 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar. Sementara pemberi suap dapat dikenakan penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp 250 juta.
Jika suap melibatkan pejabat tinggi negara atau berdampak pada kerugian besar bagi rakyat, hakim dapat menjatuhkan tambahan hukuman berupa pencabutan hak politik.