JAKARTA - Kepercayaan rakyat merupakan amanah besar yang wajib dijaga pemimpin. Namun, dalam praktiknya, tidak sedikit pemimpin yang justru berbohong, menipu, atau mengkhianati janji-janjinya demi kepentingan pribadi maupun kelompok.
Islam memandang bahwa perbuatan tersebut digolongkan sebagai dosa besar, bahkan menjadi salah satu ciri orang munafik yang mendapat ancaman azab pedih.
Rasulullah SAW bersabda "Tanda orang munafik ada tiga: jika berkata ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menjadi dasar bahwa pemimpin yang menipu rakyatnya termasuk dalam golongan munafik. Munafik adalah golongan yang paling keras azabnya di akhirat, sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 145:
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu (tempatnya) di dasar neraka yang paling bawah."
Pemimpin yang menipu rakyat biasanya akan kehilangan kepercayaan publik. Tidak hanya itu, doa rakyat yang dizalimi bisa menjadi bumerang. Rasulullah SAW mengingatkan:
"Takutlah kamu kepada doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doa itu dengan Allah." (HR. Bukhari).
Artinya, pemimpin yang membohongi rakyat bisa terkena doa buruk dari masyarakatnya, yang langsung dikabulkan Allah.
Selain itu, dalam sebuah hadis, Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya seburuk-buruk pemimpin adalah pemimpin yang zalim." (HR. Ahmad).
Pemimpin yang zalim, menipu, dan menyengsarakan rakyat akan menjadi musuh Allah di hari kiamat. Mereka akan dibangkitkan dalam keadaan terikat dan dihisab lebih berat daripada manusia biasa.
Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda, "Barang siapa yang diangkat Allah menjadi pemimpin kemudian ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan surga atasnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menunjukkan betapa beratnya azab pemimpin yang berbohong. Mereka tidak hanya kehilangan amanah di dunia, tetapi juga terancam diharamkan mencium bau surga.