• News

Panglima Militer Myanmar Serukan Peningkatan Keamanan Jelang Pemilu

Yati Maulana | Jum'at, 15/08/2025 13:05 WIB
Panglima Militer Myanmar Serukan Peningkatan Keamanan Jelang Pemilu Panglima Militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menghadiri upacara peletakan karangan bunga di Makam Prajurit Tak Dikenal di dekat Tembok Kremlin di pusat kota Moskow, Rusia, 4 Maret 2025. Foto via REUTERS

MYANMAR - Panglima militer Myanmar menyerukan peningkatan keamanan bagi anggota dan kandidat partai politik seiring dengan pemerintahan sementara yang baru dibentuk yang melanjutkan rencana pemilihan umum pada bulan Desember dan Januari yang telah dianggap sebagai rekayasa di Barat.

Min Aung Hlaing, yang juga merupakan penjabat presiden negara yang dilanda perang tersebut, meminta pihak berwenang untuk mengambil langkah-langkah guna melindungi politisi dan pemilih, sekaligus memperingatkan akan adanya peningkatan serangan terhadap pegawai negeri sipil menjelang pemilu, demikian dilaporkan surat kabar Global New Light of Myanmar pada hari Rabu.

"Jenderal Senior menekankan bahwa pemilu harus diselenggarakan tanpa gagal," demikian pernyataan media pemerintah tersebut, merujuk pada komentar Min Aung Hlaing pada pertemuan pertama komisi baru yang dibentuk untuk menyelenggarakan pemilu.

Dengan kelompok-kelompok oposisi yang dilarang mencalonkan diri atau menolak untuk berpartisipasi, pemilu yang direncanakan tersebut telah ditolak oleh pemerintah Barat sebagai langkah untuk memperkuat kekuasaan para jenderal dan diperkirakan akan didominasi oleh perwakilan militer. Tahun lalu, otoritas yang didukung militer mengadakan sensus nasional dalam upaya menyusun daftar pemilih, tetapi hanya mampu melakukan survei lapangan di 145 dari 330 kotamadya di Myanmar.

Militer Myanmar bulan ini secara nominal mengalihkan kekuasaan kepada pemerintahan sementara yang dipimpin sipil untuk menyelenggarakan pemilu, empat tahun setelah Min Aung Hlaing memimpin kudeta yang menggulingkan pemerintahan sipil terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Aung San Suu Kyi.

Pengambilalihan tersebut memicu protes yang meluas dan akhirnya memicu perang saudara, di mana berbagai pasukan etnis yang mapan dan kelompok bersenjata yang baru dibentuk memerangi militer yang bersenjata lengkap di berbagai garis depan.

Dalam pertemuan hari Selasa di ibu kota Naypyitaw, para pejabat meninjau operasi militer dalam persiapan pemilu dan memperkuat keamanan melalui pembentukan kelompok "keamanan rakyat", kata surat kabar tersebut. Dewan yang dipimpin militer bulan lalu juga memperkenalkan undang-undang pemilu baru yang bertujuan meningkatkan keamanan, dengan hukuman mulai dari minimal tiga tahun penjara hingga hukuman mati.