• News

Komisi III Sebut Pemberian Amnesti Efektif Atasi Kelebihan Penghuni Lapas

M. Habib Saifullah | Jum'at, 01/08/2025 21:05 WIB
Komisi III Sebut Pemberian Amnesti Efektif Atasi Kelebihan Penghuni Lapas Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman (Foto:Rmol)

JAKARTA - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menilai pemberian amnesti Presiden RI Prabowo Subianto kepada 1.116 orang narapidana, termasuk terpidana kasus perintangan penyidikan, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, akan efektif dalam mengatasi kelebihan penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia.

"Pemberian amnesti tentu akan sangat efektif mengatasi overcapacity tersebut," kata Habiburokhman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (1/8/2025).

Dia memandang tingkat hunian yang melebihi kapasitas di lapas-lapas di Indonesia merupakan suatu fakta yang sangat serius untuk diberikan perhatian dan penanganan oleh pemerintah.

"Rata-rata setiap LP (lembaga pemasyarakatan) mengalami overcapacity hingga 400 persen, lebih dari setengah penghuni LP kebanyakan adalah pengguna narkotika," ujar dia.

Selain mengatasi persoalan kelebihan penghuni di lapas, Habiburokhman menilai pendekatan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan tahun 2023 kini mengedepankan nilai-nilai hukum baru, yaitu keadilan rehabilitatif, korektif dan restoratif.

"Artinya pendekatan kita terhadap peristiwa hukum pidana bukan lagi sekedar penghukuman, tetapi sudah bergeser menjadi proses reintegrasi sosial dan pemulihan korban," kata dia.

Merespons pula soal pemberian abolisi kepada terpidana kasus importasi gula Tom Lembong, dia menekankan bahwa ihwal amnesti dan abolisi sebenarnya telah lama menjadi tema pembicaraan DPR RI, terutama sejak tahun 2019.

Untuk itu, Habiburokhman menegaskan pemberian amnesti oleh pemerintah kepada Hasto Kristiyanto dan pemberian abolisi kepada Tom Lembong merupakan keputusan yang tepat dan telah sesuai dengan konstitusi dan hukum.

Dia menyebut hak Presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, sedangkan pemberian amnesti dan abolisi secara teknis didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Pemberian Amnesti dan Abolisi.

"Jika mengacu pada penjelasan Pasal 14 dari UUD 1945 sebelum amandemen, disebutkan bahwa pengaturan tersebut merupakan konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara," katanya.

Dia lantas berkata, "Dengan demikian pertimbangan pengambilan keputusan tersebut dipastikan untuk kepentingan bangsa dan negara."

Adapun Menteri Hukum (Menkum) RI Suprtaman Andi Agtas menjelaskan pemberian amnesti terhadap Hasto tersebut diberikan sekaligus dengan amnesti terhadap 1.116 orang narapidana lainnya yang memenuhi syarat dan verifikasi pemberian amnesti oleh pemerintah, dari yang semula pemerintah targetkan terhadap 44.000 narapidana.

"Bahwa Kementerian Hukum memang dalam proses untuk menyiapkan beberapa kasus untuk diberi amnesti yang pertama kali itu kurang lebih 44.000, tetapi setelah kami verifikasi hari ini baru yang memenuhi syarat yakni 1.116," tuturnya.

Selain Hasto, mantan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengatakan sejumlah narapidana lainnya dengan kategori makar tanpa senjata terkait aktivitas Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), penghinaan kepada presiden, hingga yang mengalami sakit berat juga masuk ke dalam narapidana yang mendapatkan amnesti tersebut.

"Ada beberapa nanti yang diberi amnesti ya, salah satunya adalah kasus-kasus penghinaan kepada presiden.Yang kedua, ada juga enam orang yang diberikan (amnesti) kasus makar tanpa senjata, enam orang di Papua. Itu yang sudah disetujui tadi, kemudian kasus-kasus politik yang lain pun juga sama, termasuk yang di dalamnya itu yang 1.116 (narapidana dapat amnesti)," kata Supartaman.

Hal itu disampaikannya saat hadir dalam konferensi pers bersama DPR terkait pemberian amnesti terhadap Hasto Kristiyanto dan abolisi terhadap Tom Lembong di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/7) malam.

Dia tak menampik bahwa pemberian amnesti terhadap ribuan narapidana tersebut juga terkait dengan momentum jelang perayaan HUT Ke-80 RI pada 17 Agustus 2025.

"Salah satunya tentu kita ingin menjadi ada persatuan dalam rangka untuk perayaan 17 Agustus," kata dia. (ANT)