JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) Tahun 2011-2021.
Kedua tersangka itu ialah Direktur Gas PT Pertamina (Persero), Hari Karyuliarto dan mantan Direktur Gas PT Pertamina tahun 2014-2018, Yenny Andayani.
"Atas Tersangka HK dan YA, hari ini dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 31 Juli sampai dengan 19 Agustus 2025," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (31/7/2025).
Asep menjelaskan, tersangka Hari akan ditahan di rumah tahanan (Ruta) KPK Cabang Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (C1). Sementara, tersangka Yenny ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.
Penetapan dan penahanan kedua tersangka ini merupakan pengembangan perkara yang menjerat Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.
Kasus ini bermula dari PT Pertamina melakukan pembelian LNG Import dari Corpus Christi Liquefaction (anak perusahaan dari Cheniere Energy Inc – Perusahan Amerika yang listing di bursa New York).
Pemberian LNG yang diimport dilakukan dengan penandatangan kontrak pembelian tahun 2013 dan 2014, yang selanjutnya kedua kontrak digabungkan menjadi satu kontrak di tahun 2015.
Adapun jangka waktu kontrak pembelian selama 20 tahun, delivery dimulai dari tahun 2019 sampai dengan 2039. Nilai kontraknyar kurang lebih USD 12 miliar (tergantung harga gas pada saat itu – tahun berjalan).
"Bahwa tersangka HK dan YA diduga memberikan persetujuan pengadaan LNG Import tanpa adanya pedoman pengadaan, memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi dan analisa secara teknis dan ekonomi," kata Asep.
Selain itu, kata Asep, pembelian LNG itu tanpa adanya “back to back” kontrak di Indonesia atau dengan pihak lain sehingga LNG yang di-import tersebut tidak punya kepastian pembeli dan pemakainya.
Faktanya, LNG yang diimport tersebut tidak pernah masuk ke indonesia hingga saat ini. Harganya lebih mahal dari pada produk gas di Indonesia.
"Kemudian diduga bahwa atas pembelian LNG ini tanpa adanya rekomendasi (izin) dari Kementrian ESDM," kata Asep.
Asep menjelaskan bahwa kebijakan import gas atau LNG harus ada penetapan akan kebutuhan Import dari Mentri ESDM dan rekomendasi sebagai syarat Import.
Rekomendasi ini sangat penting untuk menjaga iklim bisnis migas di dalam negeri, karena saat ini Indonesia juga sedang mengembangkan daerah atau wilayah yang mempunyai potensi gas dapat segera diproduksi agar dapat menghasilkan devisa dan penerimaan negara
Tersangka Hari dan Yennu juga diduga dengan sengaja melakukan pembelian LNG Import tanpa persetujuan RUPS dan Komisaris, padahal diketahui pembelian LNG Import adalah kontrak Jangka Panjang selama 20 tahun dan bukan kegiatan operasional rutin dan dengan nilai kontrak materil.
Selain itu, penyidik KPK juga menemukan adanya dugaan pemalsuan dokumen persetujuan direksi, tidak ada pelaporan dokumen persetujuan direksi kepada komisaris yang merupakan kewajiban direksi sesuai dengan AD/ART PT Pertamina (persero).
"Dengan sengaja tidak melaporkan ke Komisaris baik rencana perjalanan dinas maupun perjalan dinas yang sudah selesai dari USA untuk penandatangan LNG SPA Train 2 Corpus Christi," kata Asep.
Atas perbuatan para tersangka itu, KPK menduga negara mengalami kerugian sebesar USD 113.839.186,60.
Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.