• News

Satu Unit Alphard Disita KPK Terkait Kasus LPEI

M. Habib Saifullah | Kamis, 31/07/2025 20:15 WIB
Satu Unit Alphard Disita KPK Terkait Kasus LPEI KPK menyita mobil Alphard dalam dugaan kasus korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita satu unit mobil bejenis Toyota Alphard, terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, mobil tersebut dimilki oleh perusahaan salah satu tersangka dalam kasus ini. Berdasarkan informasi perusahaan itu ialah PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL).

"Bahwa pada hari ini telah dilakukan penyitaan satu unit mobil berjenis Alphard tahun 2023 terkait perkara pemberian fasilitas pembiayaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Mobil ini terdaftar atas nama perusahaan milik tersangka," ujar Budi Prasetyo dikutip dari Jurnas.com, Kamis (31/7/2025).

Mobil tersebut, kata Budi, dalam penguasaan anggota DPR RI saat dilakukan penyitaan. Meski demikian, dia tidak menjelaskan identitas anggota dewan yang dimaksud.

"Pada saat disita, mobil tersebut dalam penguasaan salah seorang anggota DPR RI. KPK tentunya akan mendalami mengapa mobil tersebut berada dalam penguasaan yang bersangkutan," ujar dia.

Sebelumnya, KPK menerima pelimpahan perkara dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berkaitan dengan pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada tiga debitur. KPK belum membeberkan secara jelas tiga debitur dimaksud.

Saat ini, KPK juga tengah memproses hukum pemberian fasilitas kredit oleh LPEI ke PT Petro Energy (PE). Sebanyak lima orang sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Mereka ialah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan.

Kemudian Direktur Utama PT PE Newin Nugroho; Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin; dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta.

Terhadap pemberian kredit oleh LPEI kepada PT PE, KPK menyebut negara mengalami kerugian sejumlah US$18.070.000 (Outstanding pokok KMKE 1 PT PE) dan Rp549.144.535.027 (Outstanding pokok KMKE 2 PT PE).

KPK menduga telah terjadi benturan kepentingan atau Conflict of Interest (CoI) antara Direktur LPEI dengan Debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.

Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI disebut memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK), dan menggunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit.

Sementara itu, lembaga antirasuah juga sedang menyelidiki pemberian fasilitas kredit kepada 10 debitur lainnya. Dari sana disebutkan ada potensi kerugian negara hingga mencapai Rp11,7 triliun.

Sejumlah saksi sudah dilakukan pemeriksaan. Di antaranya dari internal LPEI, PT PE, hingga mantan Staf Khusus Bidang Ekonomi era Presiden RI ke-7 Joko Widodo, Arif Budimanta, yang pada 15 April lalu sudah dijadwalkan untuk diperiksa.