JAKARTA – Adanya temuan pemerintah melalui Kementerian Pertanian terkait berbagai merek beras premium yang tidak sesuai mutu dan label atau acapkali disebut beras oplosan, menjadi fokus perbaikan dalam tata niaga perberasan nasional saat ini. Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) pun mendorong produsen beras premium agar dapat berbenah dan mengimbau masyarakat dapat lebih jeli dalam memilih beras sesuai preferensinya.
"Jadi cara masyarakat melihat beras sebelum membeli, bisa secara visual, kalau banyak butir patahnya, itu hampir pasti adalah jenis beras medium karena maksimal 25 persen butir patahnya. Tapi kalau butir utuhnya banyak, itu jenis beras premium," terang Kepala NFA Arief Prasetyo Adi saat dijumpai di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta pada Kamis (17/7/2025).
"Tapi tak usah khawatir, masyarakat silakan belanja beras. Apalagi kalau berasnya ada brand-nya. Kalau ada brand, itu artinya silahkan dikoreksi kalau ada ketidaksesuaian," imbuhnya.
Terkait adanya oplosan beras premium, Arief menjelaskan bahwa praktik tersebut memang ada berupa pencampuran butir patah dengan butir kepala. Namun pencampuran tersebut harus sesuai standar mutu yang telah ditetapkan pemerintah.
"Kalau beras itu pasti dicampur. Kenapa dicampur? Karena ada butir utuh dan butir patah. Nah kalau beras premium itu butir utuhnya dicampur dengan butir patah sampai 15 persen. Bukan dioplos dengan beras busuk terus diaduk. Ini karena kualitas adalah kualitas. Ini yang harus dijaga," ucap Arief.
Terkait itu, kelas mutu beras premium telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. Untuk beras premium harus memiliki kualitas antara lain memiliki butir patah maksimal 15 persen, kadar air maksimal 14 persen, derajat sosoh minimal 95 persen, butir menir maksimal 0,5 persen, total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1 persen, butir gabah dan benda lain harus nihil.
Tidak jauh berbeda, dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 beras premium non organik dan organik harus mempunyai komponen mutu antara lain butir patah maksimal 14,50 persen; butir kepala minimal 85,00 persen; butir menir maksimal 0,50 persen; butir merah/putih/hitam maksimal 0,50 persen; butir rusak maksimal 0,50 persen; butir kapur maksimal 0,50 persen; benda asing maksimal 0,01 persen, dan butir gabah maksimal 1,00 per 100 gram.
"Kalau istilah oplosan itu cenderung berkonotasi negatif. Seperti misalnya minyak seharga Rp 15.000, tapi dicampur dengan minyak seharga Rp 8.000, lalu dijual dengan harga Rp 15.000. Nah itu maksudnya oplos," ungkap dia.
"Di beras, kita punya batas maksimal beras patah 15 persen. Apabila butir utuh tadi dicampur dengan 15 persen butir patah, itulah beras premium dan memang begitu standar mutunya. Jadi pencampuran beras tapi tidak melampaui standar mutu itu biasa dan lumrah," tambah Arief.
Selajutnya, Arief menegaskan, bahwa praktik oplos yang tidak diperbolehkan dan mengandung delik pidana adalah jika menggunakan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Hal ini karena beras SPHP terdapat subsidi dari negara sebagai salah satu program intervensi perberasan ke pasaran.
"Kemudian, untuk beras subsidi pemerintah, itu yang tidak boleh dicampur atau dioplos. Beras SPHP dengan kemasan 5 kilogram harus menyasar langsung ke masyarakat dengan harga Rp 12.500 per kilogram (Zona 1). Itu tidak boleh dicampur, tidak boleh dibuka kemasannya untuk dicampur ke beras lain," kata Arief.
"Beras SPHP itu beras medium. Tapi memang beberapa waktu lalu kualitas sangat baik, karena broken-nya hanya 5 persen. Ini yang dimaksud Bapak Menteri Pertanian bahwa beras SPHP itu tidak boleh dioplos dengan beras lain. Untuk itu, saya sudah meminta Bapak Dirut Bulog untuk memastikan agar tidak terjadi praktik seperti itu. Outletnya sekarang harus jelas, terregistrasi secara digital," ucap Arief.
Oleh karena itu, pemerintah saat ini berkomitmen terhadap pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih untuk dijadikan outlet penyaluran beras SPHP yang resmi. Pada 21 Juli mendatang, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih akan diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto yang menandakan pula dimulainya kanal penyaluran beras SPHP ke masyarakat.
"Pengawasan terhadap distribusi beras SPHP telah kita tingkatkan. Bulog menggandeng Satgas Pangan, baik Polri maupun TNI. Masyarakat pun juga dapat membantu pengawasan terkait aspek harga, kualitas beras sampai praktik tak wajar di pasaran jika ada," tutup Arief.
Terpisah, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menuturkan strategi pengawasan terhadap penyaluran beras SPHP saat ini dapat dipantau secara digital. Menurutnya, sebagai tindak lanjut penugasan dari NFA, pihaknya telah mengoperasikan aplikasi Klik SPHP yang mana mewajibkan pengecer yang ingin mendapatkan pasokan beras SPHP harus terdaftar dan tersertifikasi terlebih dahulu.
"Setelah badan usaha jelas dan izinnya lengkap, baru diperbolehkan memesan beras SPHP. Apabila tidak mematuhi ketentuan, sanksinya cukup berat dan hukumannya bisa sampai 5 tahun penjara. Beras SPHP juga tidak boleh dijual di pasar modern," jelas Rizal saat melakukan tinjauan ke Pasar Setono Betek, Kota Kediri, Jawa Timur (15/7/2025).