Utang Luar Negeri Indonesia Sentuh 436 Miliar Dolar Hingga Mei 2025

Budi Wiryawan | Senin, 14/07/2025 13:50 WIB
Utang Luar Negeri Indonesia Sentuh 436 Miliar Dolar Hingga Mei 2025 Gedung Bank Indonesia (Wikipedia)

JAKARTA - Hingga Bulan Mei 2025, Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tumbuh dibandingkan April 2025 sebelumnya.

Posisi ULN Indonesia pada Mei 2025 sebesar 435,6 miliar dolar AS, atau tumbuh 6,8 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada April 2025 sebesar 8,2 persen (yoy).

"Perkembangan tersebut disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ULN di sektor publik dan kontraksi pertumbuhan ULN swasta," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso , Senin (14/7/2025).

Menurut Ramdan, posisi ULN pemerintah tumbuh lebih rendah. Pada Mei 2025 posisi ULN pemerintah tercatat sebesar USD209,6 miliar, atau tumbuh sebesar 9,8 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 10,4 persen (yoy) pada April 2025.

Perkembangan ULN tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) internasional, seiring dengan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap terjaga di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang makin tinggi.

Pemerintah tetap berkomitmen untuk menjaga kredibilitas dengan mengelola ULN secara hati-hati, terukur, dan akuntabel untuk mewujudkan pembiayaan yang efisien dan optimal.

Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pengelolaan ULN.

Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah terus dijaga dalam batas aman dan terkendali ditujukan untuk mendukung momentum pertumbuhan perekonomian, antara lain pada Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (22,3 persen dari total ULN Pemerintah); Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,7 persen); Jasa Pendidikan (16,5 persen); Konstruksi (12,0 persen); serta Transportasi dan Pergudangan (8,7 persen).