Jakarta, Katakini.com - Di zaman modern ini, umat Islam menikmati berbagai kemudahan berkat perkembangan teknologi. Mulai dari aplikasi Al-Qur`an digital, pengingat adzan otomatis, hingga ceramah yang bisa diakses secara daring.
Namun, sebagian kalangan masih mempertanyakan, yaitu apakah penggunaan teknologi semacam ini tergolong sebagai bid’ah?
Pertanyaan ini kerap muncul karena kesalahpahaman umum tentang makna bid’ah itu sendiri.
Dalam pandangan syariat, bid`ah secara khusus merujuk pada pengadaaan dalam urusan ibadah mahdhah (ritual ibadah yang bersifat murni), yang tidak bersumber dari tuntunan Rasulullah SAW. Hal ini sebagaimana disebut dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:
"Barang siapa membuat hal baru dalam urusan agama kami yang bukan berasal darinya, maka perkara tersebut tertolak."
Namun penting dipahami bahwa “urusan agama” dalam hadits ini tidak mencakup aspek kehidupan duniawi seperti teknologi, manajemen, atau sarana komunikasi. Karena itu, inovasi duniawi tidak serta-merta dikategorikan sebagai bid’ah.
Teknologi, dalam hal ini, bukanlah bentuk ibadah itu sendiri, melainkan alat bantu atau sarana. Sebagaimana mikrofon digunakan untuk memperjelas suara khatib, atau aplikasi digital yang membantu umat menjalankan kewajiban agama seperti mengingatkan waktu salat, hal-hal tersebut adalah bagian dari kemudahan yang tidak mengubah substansi ibadah.
Dalam istilah fikih, ini disebut mu`amalat duniawiyah, segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dunia dan diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Para ulama besar juga telah membahas batasan bid`ah. Misalnya, Imam Asy-Syathibi dalam kitab Al-I’tisham menjelaskan bahwa bid’ah adalah sesuatu yang menyerupai syariat namun sebenarnya tidak bersumber dari ajaran Islam. Artinya, jika suatu inovasi tidak menyusup ke dalam tata cara ibadah atau merusak esensi ajaran, maka tidak bisa disebut bid’ah.
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi juga menegaskan bahwa hal-hal baru tidak tergolong bid’ah selama tidak mengubah cara beribadah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah.
Islam tidak pernah menolak kemajuan. Justru sebaliknya, teknologi bisa menjadi jembatan untuk menyebarkan nilai-nilai Islam secara lebih luas. Selama penggunaannya diarahkan pada hal-hal yang baik, seperti pendidikan, dakwah, dan penguatan ukhuwah Islamiyah, maka manfaatnya pun besar.
Akan tetapi, jika disalahgunakan untuk hal yang bertentangan dengan syariat, maka yang perlu dikritisi bukan teknologinya, melainkan niat dan peruntukannya.