Jakarta, Katakini.com - Saat Arsene Wenger tiba di London Utara pada 1996 untuk memimpin Arsenal, banyak pihak meragukan kemampuannya. Manajer asal Prancis itu dianggap asing dan terlalu “ilmiah” bagi kultur sepak bola Inggris yang masih kental dengan tradisi lama.
Namun, bukan taktik atau filosofi permainan yang pertama kali membuatnya disorot, melainkan revolusi yang ia bawa ke ruang makan pemain.
Wenger menyadari sejak awal bahwa gaya hidup para pemain Inggris saat itu jauh dari ideal untuk atlet profesional. Kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji, minuman bersoda, cokelat, hingga bir adalah hal biasa sebelum maupun setelah latihan. Bahkan, ruang ganti sering kali dihiasi aroma kentang goreng dan burger alih-alih cairan elektrolit atau protein shake.
Berbekal latar belakang pendidikan dalam ilmu fisiologi dan olahraga, Wenger tak membuang waktu untuk mengubah semua itu. Ia menerapkan aturan tegas: tidak ada lagi saus tomat, mayones, gorengan, ataupun makanan tinggi gula di fasilitas klub. Menu diganti total dengan pilihan sehat seperti ayam tanpa kulit, ikan, pasta gandum, sayuran kukus, dan buah segar.
Awalnya, banyak pemain menolak. Perubahan drastis itu bahkan dianggap bercanda oleh sebagian. Namun, efeknya perlahan mulai terasa. Pemain merasa lebih ringan, tidak mudah cedera, dan mampu menjaga intensitas permainan sepanjang 90 menit, meski dalam jadwal padat Liga Inggris.
Tony Adams, mantan kapten Arsenal yang dikenal dengan gaya hidup kerasnya, bahkan menyebut bahwa perubahan yang dibawa Wenger menyelamatkan kariernya. Ray Parlour, yang awalnya sinis terhadap menu salad dan jus, akhirnya mengakui khasiatnya terhadap kebugaran tubuh.
Transformasi yang dimulai di Arsenal tak butuh waktu lama untuk menjalar ke klub lain. Manchester United, Liverpool, hingga Chelsea mulai mengevaluasi ulang program nutrisi pemain mereka. Kehadiran ahli gizi dan ilmuwan olahraga di tim menjadi tren baru.
Dampaknya terasa hingga ke level tim nasional. FA mulai melirik pola hidup pemain Arsenal sebagai acuan dalam membangun program pelatihan Timnas Inggris.
Puncaknya terjadi di musim 2003/04 ketika Arsenal menorehkan sejarah sebagai “The Invincibles”—tak terkalahkan sepanjang musim Liga Premier. Banyak yang meyakini, salah satu kunci kekuatan tim itu terletak pada fondasi fisik yang dibentuk lewat pola makan dan gaya hidup sehat.
Hari ini, nutrisi ketat dan kontrol makanan sudah menjadi standar umum dalam sepak bola profesional. Namun, pada masanya, langkah Wenger dianggap radikal. Ia bukan hanya mengubah cara Arsenal bermain, tetapi juga menanamkan standar baru dalam dunia sepak bola Inggris. Sebuah warisan tak kasat mata, namun sangat berdampak panjang.