Jakarta, Katakini.com - Pulau Panjeng, sebuah pulau kecil yang terletak di lepas pantai barat Aceh, kini tengah menjadi pusat perhatian publik. Bukan hanya karena keindahan alamnya yang masih alami, tetapi juga karena nilai historis dan kearifan lokal yang melekat erat dalam denyut kehidupan masyarakatnya.
Dalam beberapa hari terakhir, media sosial ramai membicarakan keunikan Pulau Panjeng, mulai dari potensi wisata hingga kisah masa lalunya yang menyimpan narasi penting dalam sejarah maritim Aceh.
Pulau Panjeng tidak pernah tercatat sebagai pusat kekuasaan besar dalam sejarah Aceh, tetapi ia memainkan peran penting sebagai pos persinggahan dalam jalur pelayaran tradisional Samudra Hindia.
Menurut arsip Belanda dan manuskrip lokal, pulau ini kerap disinggahi oleh para pelaut dari Gujarat, Arab, dan bahkan Tiongkok selama abad ke-14 hingga ke-17, sebagai tempat mengisi bekal atau berlindung dari badai.
Sejarawan Aceh, Prof. M. Zulfikar, menyebut Panjeng sebagai `simpul kecil dalam jaringan niaga besar Kesultanan Aceh Darussalam.` Hal ini diperkuat dengan ditemukannya beberapa pecahan tembikar asing serta sisa fondasi batu bata merah yang diyakini sebagai bekas dermaga kuno.
Nama `Panjeng` dipercaya berasal dari bahasa setempat yang berarti `tempat pengawasan` atau `pos pantau`. Pulau ini memang memiliki topografi yang strategis, dataran tinggi kecil di tengah pulau memungkinkan pandangan leluasa ke arah laut lepas, yang dahulu kerap digunakan oleh penduduk untuk memantau kapal asing atau pergerakan nelayan.
Menurut beberapa sumber yang ada, diperkirakan masih ada beberapa masyarakat lokal yang tinggal di Pulau Panjeng, jumlahnya kini tak lebih dari 70 kepala keluarga masih menjaga tradisi leluhur mereka.
Salah satu budaya yang masih hidup adalah Ritual Laut Panjeng, sebuah upacara tahunan yang dilakukan untuk menghormati roh laut dan memohon keselamatan selama musim melaut. Tradisi ini diyakini telah berlangsung lebih dari 200 tahun.
Ramainya perbincangan tentang Pulau Panjeng bermula dari unggahan seorang fotografer lokal di media sosial yang menampilkan keindahan lanskap alam pulau tersebut, dari bukit hijau yang menyentuh garis pantai hingga perairan biru jernih yang memantulkan langit.
Sejak saat itu, Pulau Panjeng mulai dilirik sebagai salah satu calon destinasi wisata baru di Aceh. Pemerintah daerah dan sejumlah pegiat wisata berkelanjutan mulai berdiskusi untuk menyusun peta jalan pengembangan kawasan ini, dengan tetap memperhatikan pelestarian lingkungan dan budaya lokal.