JAKARTA - Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI memberikan sejumlah catatan kepada Badan Penyelenggara Haji (BPH) yang akan mengambil alih penyelenggaraan ibadah haji mulai tahun 2026 mendatang. Timwas DPE meminta agar BPH melakukan perbaikan berbagai kesalahan dyang masih terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun tahun ini. Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2005 masih dilakukan oleh Kementerian Agama.
Catatan ini dirangkum Timwas Haji DPR berdasarkan hasil pengawasan ke sejumlah lokasi jemaah yang berada di Arab Saudi dan meninjau langsung berbagai macam aspek dari pelaksanaan ibadah haji tahun ini.
"Tentu kami menganggap strategi yang harus dilakukan pemerintah Indonesia tidak mudah, apalagi BPH selaku badan yang baru berdiri butuh penyesuaian dan kita mengetahui bahwa infrastruktur mereka pun masih mengandalkan bagian Ditjen PHU Kemenag," kata Anggota Timwas Haji DPR RI Selly Andriany Gantina dalam dialektika demokrasi yang digelar Koordinatorat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI bertajuk `Strategi Timwas Haji Menaikkan Standar Layanan dan Keselamatan Jemaah` melalui video daring, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (5/6/2025).
Selly mengungkapkan ada sejumlah strategi yang diusulkan Timwas Haji DPR RI untuk BPH agar pelaksanaan ibadah haji tahun berikutnya berjalan dengan lebih baik, salah satunya strategi pelayanan.
Dia mengatakan dari hasil sidaknya bersama Timwas Haji DPR RI lain ditemukan bahwa delapan Syarikah yang menjadi pilot project dalam pelaksanaan ibadah haji justru menunjukkan bahwa koordinasi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi masih belum bisa terlaksana sampai dengan ke tingkat bawah.
"Artinya, kesepakatan antara pemerintah Indonesia yang diwakili Kementerian Agama maupun BPH selaku pengawas karena masih transisi dan pihak Kementerian Agama Saudi Arabia termasuk delapan Syarikah yang bekerja sama masih membutuhkan pendalaman yang lebih jauh," kata Anggota Komisi VIII DPR RI.
Legislator dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) ini mengamini bila tingkat kekacauan pelaksanaan ibadah haji dimulai saat jemaah diberangkatkan dari Tanah Suci. Untuk itu, dia memandang kebijakan yang dikeluarkan perintah Arab Saudi memang harus mulai diadaptasikan oleh pihak pemerintah Indonesia.
Selly menyampaikan catatan lainnya ialah penentuan sumber daya manusia (SDM), yakni petugas haji yang disiapkan oleh BPH nantinya. Dia mengungkapkan bila miskomunikasi antara pihak Syarikah dengan pemerintah Indonesia bukan karena di tingkat pusatnya.
Dia mengatakan informasi baik dari pemerintah Indonesia maupun Arab Saudi terputus karena para ketua kloter yang mewakili rombongan gagap terhadap masalah teknologi. Mereka bahkan tidak bisa berbahasa Arab Saudi, sementara dari pihak Syarikah hanya bisa berbahasa Arab Saudi tidak bisa menggunakan bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia.
"Sehingga informasi apapun yang menjadi keputusan tingkat pusat antara pemerintah Indonesia dengan pihak Syarikah maupun Kementerian Agama Arab Saudi tidak pernah ter-delivery dengan baik, ini tentu menjadi antisipasi agar BPH di tahun yang akan datang bisa mempersiapkan itu dengan lebih baik, terutama mengenai petugas petugas yang tadi saya kaitkan dengan manajemen sumber daya manusia yang dimiliki BPH," katanya.
Wakil Rakyat dari Dapil Jawa Barat (Jabar) VIII itu melanjutkan catatan selanjutnya adalah masalah kesehatan. Berdasarkan hasil sidak Timwas Haji DPR RI, masih ditemukan banyak jemaah dimensia bahkan memiliki riwayat penyakit akut lolos beribadah haji.
"BPH harus bersinergi dengan Kementerian Kesehatan untuk memastikan jemaah haji yang berangkat benar-benar sehat," katanya.
Lalu, BPH juga harus bisa bersinergi dengan pihak Keimigrasian. Dia mengungkapkan pada tahun ini ada banyak sekali orang yang berharap berangkat ibadah haji dengan menggunakan visa mujamalah atau dengan furoda sementara di undang-undang yang berlaku hanya mengatur kuota Indonesia dengan dua kategori, yaitu haji khusus dan haji reguler.
"Ke depan kita harapkan BPH bisa beradaptasi dengan perkembangan yang akan dilakukan pemerintah Saudi Arabia menuju 2030, kemungkinan besar visa nonkuota atau kita istilahkan visa mandiri itu juga bisa berlaku dan kita harus sudah menyiapkan perangkat termasuk regulasi apabila itu diterapkan maka bagimana perlindungan terhadap para jemaah kita, karena yang kita ketahui hari ini visa furoda maupun mujamalah masih belum menjadi catatan atau perhatian dari regulasi yang kita buat," katanya.