JAKARTA – Pemerintah terus memperkuat daya beli masyarakat sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu langkah strategis yang tengah dipercepat adalah penyaluran stimulus ekonomi melalui program bantuan pangan beras kepada 18,3 juta keluarga Penerima Bantuan Pangan (PBP).
“Bantuan pangan ini merupakan bagian dari paket stimulus ekonomi yang disiapkan pemerintah untuk menjaga konsumsi masyarakat di tengah dinamika harga pangan. Targetnya 18,3 juta KPM, masing-masing akan menerima 10 kilogram beras per bulan selama dua bulan,” jelas Sekretaris Utama NFA Sarwo Edhy, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta, Rabu (4/6/2025).
“Ini juga menjadi perhatian khusus Kepala NFA, jangan sampai karena ada bantuan pangan, harga di tingkat petani justru turun. Ini harus jalan beriringan, masyarakat terbantu, petani juga tetap semangat tanam,” katanya.
Sebelumnya dalam keterangan terpisah, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi memastikan penyaluran bantuan pangan beras tidak akan menjadi faktor depresiasi harga gabah di tingkat petani. Ini karena tujuan stimulus ekonomi ini untuk menyokong masyarakat berpenghasilan rendah.
"Kami pun dengan Pak Mentan sudah bersepakat, agar menjaga harga gabah petani tidak sampai jatuh. Namun masyarakat yang layak dibantu juga tetap dapat bantuan. Itu kerennya hari ini, bisa sama-sama memahami dua tujuan hulu dan hilir untuk tercapai semuanya," urai dia.
Sekjen Kemendagri, Tomsi Tohir juga mengingatkan bahwa meskipun stok beras cukup, harga beras di beberapa daerah masih di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Ia mendorong NFA agar penyaluran beras SPHP dapat di akselarasi guna menurunkan harga di pasar.
“Tadi saya melihat pantauan panel harga Badan Pangan Nasional, harga beras naik di tingkat grosir dan eceran. Peningkatan harga ini terjadi di tengah cadangan beras pemerintah (CBP) terbilang cukup. Nah supaya tidak terlalu lama naiknya, saran saya SPHP segera di gelontorkan untuk menekan harga,’’ujar Tomsi.
Selain bantuan pangan beras, Sarwo mengatakan, NFA juga terus mengakselerasi pelaksanaan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Hingga 23 Mei 2025, penyaluran beras SPHP telah mencapai 181.173 ton atau 60,39 persen dari target. “SPHP ini sempat kita jeda sementara saat panen raya agar petani bisa menikmati harga yang baik, dan tentunya akan segera berjalan lagi terutama wilayah yang harga beras medium sudah lebih dari 5% di atas HET,” jelasnya.
Dalam konteks pengendalian inflasi, Sarwo memaparkan beberapa komoditas yang perlu perhatian khusus. Di tingkat produsen, misalnya, harga ayam ras pedaging (livebird) dan kedelai lokal masih di bawah HAP. Di sisi lain, beberapa komoditas konsumen seperti bawang putih dan daging kerbau beku impor mengalami kenaikan harga.
“Ini yang kami maksud pentingnya intervensi selektif. Tidak bisa disamaratakan semua wilayah dan semua komoditas. Kita sesuaikan dengan deviasi harga dan tekanan inflasi masing-masing daerah,” ujarnya.
Dalam menjaga kestabilan pasokan dan pengendalian inflasi, NFA juga mencatat sejumlah capaian konkret. Hingga 2 Juni 2025, Gerakan Pangan Murah telah dilakukan sebanyak 3.666 kali, terdiri atas 60 kali di tingkat pusat, 786 kali di 34 provinsi, dan 2.820 kali di 252 kabupaten/kota. Selain itu, realisasi fasilitasi distribusi pangan mencapai 181.725 ton, termasuk di dalamnya 135.155 ton beras di wilayah Jawa Barat dan Maluku, 23.120 ton minyak goreng ke Kabupaten Subang dan Kota Tual, 23 ton gula ke Kota Tual, dan 450 kilogram komoditas lainnya.
Sarwo juga menekankan pentingnya kolaborasi yang solid antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, akademisi, dan media massa dalam menjaga stabilitas pangan dan mengendalikan inflasi.
“Kami optimistis bahwa dengan langkah yang konsisten dan kolaboratif, kita mampu menjaga ketahanan pangan nasional serta memastikan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga,” pungkasnya.