Jakarta, Katakini.com - Amunisi, dalam bentuk paling sederhananya, telah menjadi bagian penting dalam sejarah peradaban manusia, baik sebagai alat pertahanan, penaklukan, maupun simbol kekuasaan.
Dari bubuk mesiu yang mengepul di medan perang abad pertengahan hingga peluru presisi tinggi di era modern, amunisi mengalami evolusi panjang yang dipengaruhi oleh teknologi, kebutuhan militer, dan penemuan revolusioner.
Istilah amunisi digunakan secara luas untuk menyebut proyektil atau bahan peledak yang digunakan dalam senjata api dan meriam.
Amunisi tidak hanya merujuk pada peluru, tetapi juga mencakup bom, granat, hingga rudal yang digunakan untuk menyerang atau bertahan.
Sejarah amunisi tak bisa dilepaskan dari penemuan bubuk mesiu atau gunpowder, yang diyakini pertama kali ditemukan oleh para alkemis Tiongkok pada abad ke-9 Masehi. Resep awal mesiu tercatat dalam teks kuno Tiongkok yang menyebut campuran sulfur, arang, dan kalium nitrat (saltpeter).
Penemuan ini secara tidak sengaja terjadi saat mereka mencari ramuan untuk keabadian, namun justru menciptakan bahan peledak yang mengubah arah sejarah.
Mesiu dibawa ke dunia Islam dan Eropa melalui Jalur Sutra, dan mulai digunakan dalam peperangan pada abad ke-13. Di Eropa, bubuk mesiu pertama kali digunakan secara militer oleh bangsa Mongol dan pasukan Ottoman.
Seiring berkembangnya teknologi senjata, kebutuhan akan proyektil khusus pun muncul, dan dari sinilah konsep amunisi dalam bentuk peluru mulai dirancang.
Pada abad ke-15 hingga 16, bangsa Eropa mulai membuat bola meriam dari batu atau logam yang ditembakkan melalui senjata artileri. Namun perkembangan signifikan baru terjadi ketika peluru dibuat dalam bentuk satu paket yang terdiri dari proyektil dan bahan peledak, yang memudahkan proses tembak-menembak.
Peluru pertama berbentuk silinder dengan bubuk mesiu dalam satu selongsong ditemukan pada abad ke-19, dan menjadi dasar peluru modern yang kita kenal sekarang.
Salah satu tokoh penting dalam sejarah amunisi modern adalah Hiram Maxim, penemu asal Amerika Serikat yang mengembangkan senapan mesin otomatis pertama pada tahun 1884.
Meski bukan penemu peluru, penemuan Maxim mempercepat kebutuhan dan efisiensi penggunaan amunisi. Dalam dunia bahan peledak, Alfred Nobel, penemu dinamit, juga berperan besar dengan menciptakan bahan peledak.
Pada abad ke-20, amunisi mengalami revolusi besar dengan munculnya peluru berkaliber tinggi, peluru kendali (guided ammunition), hingga amunisi non-mematikan untuk penggunaan sipil dan kepolisian.
Teknologi baru seperti peluru pintar (smart bullets) bahkan dikembangkan oleh berbagai negara maju untuk meningkatkan akurasi dan efektivitas di medan tempur.