JAKARTA - Hingga akhir Mei 2024, utang pemerintah mencapai Rp8.353,02 triliun. Angka ini naik Rp14,59 triliun dibandingkan April 2024 yang tercatat Rp8.338,43 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim, rasio utang per akhir Mei 2024 yang tembus 38,71% terhadap PDB itu tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.
"Dan terus menunjukkan tren penurunan dari angka rasio utang terhadap PDB 2021 yang tercatat 40,74%, 2022 di 39,70% dan 2023 di 39,21%, serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40%," kata Sri Mulyani.
Adapun mayoritas utang pemerintah berasal dari dalam negeri dengan proporsi 71,12%.
Menurut Menkeu, hal ini selaras dengan kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap.
Kemudian berdasarkan instrumennya, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai 87,96%. Pasar SBN yang efisien akan meningkatkan daya tahan sistem keuangan Indonesia terhadap guncangan ekonomi dan pasar keuangan.
Ativitas pembiayaan utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), pemerintah turut mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik.
SBN turut menyediakan referensi untuk menentukan harga instrumen pasar keuangan lainnya dan digunakan oleh para pelaku pasar untuk mengelola risiko suku bunga.
Selanjutnya, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah terus berupaya mewujudkan pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid.
Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).
Peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN yang didukung dengan sistem online juga tak kalah penting, mampu membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi semakin efektif dan efisien, serta kredibel.
Terakhir, Menkeu menekankan bahwa pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan.
"Oleh karena itu, pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal," tutup Menkeu.