JAKARTA - Masyarakat Jawa memiliki falsafah hidup yang kaya akan nilai-nilai luhur dan dipraktikkan secara turun-temurun. falsafah ini tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan sesama, tetapi juga dengan Tuhan, alam, dan diri sendiri.
Kehidupan masyarakat Jawa sangat dipengaruhi oleh pandangan spiritual dan harmoni, menjadikan falsafah hidup mereka sebagai panduan dalam mencapai kedamaian dan kesejahteraan batin. Berikut ini beberapa falsafah hidup masyarakat Jawa yang perlu diketahui
1. Sangkan Paraning Dumadi
falsafah Sangkan Paraning Dumadi menekankan pentingnya memahami asal-usul dan tujuan akhir manusia, yaitu Tuhan. falsafah ini mengingatkan bahwa manusia berasal dari Sang Pencipta dan pada akhirnya akan kembali kepada-Nya. Dalam perjalanan hidup, manusia diharapkan selalu mengingat asal-usulnya dan menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati.
2. Hamemayu Hayuning Bawana
Artinya adalah "memelihara keindahan dan kesejahteraan dunia." falsafah ini mengajarkan bahwa setiap individu bertanggung jawab untuk menjaga dan merawat lingkungan serta hidup selaras dengan alam. Tidak hanya berarti menjaga alam secara fisik, tetapi juga menjaga keseimbangan emosi dan pikiran sehingga dunia menjadi lebih baik karena keberadaan manusia di dalamnya.
3. Ajining Diri Saka Lathi, Ajining Raga Saka Busana
falsafah ini berarti “harga diri seseorang terlihat dari ucapannya, dan kehormatan tubuh terlihat dari penampilannya.” Masyarakat Jawa sangat menghargai tutur kata yang baik karena itu mencerminkan kepribadian dan karakter seseorang. Seseorang yang sopan dalam bertutur kata dan berpakaian menunjukkan penghormatan pada diri sendiri dan orang lain.
4. Alon-Alon Waton Kelakon
Secara harfiah berarti "perlahan asal tercapai." falsafah ini mengajarkan bahwa tujuan hidup dapat dicapai dengan kesabaran, kehati-hatian, dan ketekunan. Tidak perlu terburu-buru dalam mencapai impian, karena yang lebih penting adalah proses dan ketepatan tindakan. falsafah ini mengajarkan bahwa hasil yang baik datang dari usaha yang dilakukan dengan teliti dan penuh pertimbangan.
5. Nrimo Ing Pandum
Nrimo ing pandum artinya “menerima dengan ikhlas.” falsafah ini menekankan sikap menerima segala hasil yang diperoleh dari usaha tanpa keluhan. Sikap ini bukan berarti menyerah, tetapi lebih kepada mengikhlaskan hasil setelah berusaha semaksimal mungkin. falsafah ini membantu seseorang mencapai ketenangan batin dan kebahagiaan dengan menerima hidup apa adanya.
6. Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe
falsafah ini mengajarkan untuk bekerja keras tanpa mengharapkan imbalan atau pujian dari orang lain. Artinya "bekerja sungguh-sungguh tanpa pamrih." Masyarakat Jawa percaya bahwa tindakan yang dilakukan secara tulus, tanpa pamrih, akan membawa kebaikan pada diri sendiri dan orang lain. falsafah ini mengajarkan pengabdian yang tulus dan sikap rendah hati.
7. Mangan Ora Mangan Kumpul
falsafah ini menggambarkan pentingnya kebersamaan dalam kehidupan. Secara harfiah berarti “makan atau tidak makan, yang penting berkumpul.” Bagi masyarakat Jawa, kebersamaan dan keharmonisan keluarga serta hubungan sosial lebih penting daripada kepentingan materi. falsafah ini menunjukkan bahwa kebahagiaan sejati terletak pada kebersamaan, bukan pada harta benda.
8. Tepa Slira
Tepa slira berarti tenggang rasa atau empati terhadap orang lain. falsafah ini mengajarkan untuk mempertimbangkan perasaan dan kondisi orang lain sebelum bertindak. Orang Jawa diajarkan untuk memiliki kepekaan sosial dan menghargai sesama dalam setiap tindakan. Sikap ini menciptakan harmoni dan menghindari konflik dalam hubungan sosial.
9. Rukun Agawe Santosa, Crah Agawe Bubrah
Artinya adalah "kerukunan membawa kekuatan, perselisihan membawa kehancuran." falsafah ini menekankan pentingnya hidup rukun dalam masyarakat. Perselisihan hanya akan membawa kehancuran dan ketidakharmonisan. Oleh karena itu, masyarakat Jawa sangat menghargai sikap saling menghormati dan menjaga kerukunan dalam berkeluarga dan bermasyarakat.
10. Urip Iku Urup
Secara harfiah berarti "hidup itu menyala." falsafah ini mengajarkan bahwa kehidupan seharusnya memberikan manfaat bagi orang lain. Orang Jawa diajarkan untuk menjadi pribadi yang berguna, yang kehadirannya membawa kebaikan dan terang bagi orang lain, seperti api yang menyala memberi cahaya di sekitar.
KEYWORD :