• News

Peneliti Belanda Nilai Orang Kaya Mendominasi Politik Indonesia

Eko Budhiarto | Senin, 18/12/2023 09:08 WIB
Peneliti Belanda Nilai Orang Kaya Mendominasi Politik Indonesia Ilustrasi. Warga memasukkan surat suara saat Pemilu (Foto: ANTARA)

JAKARTA - Peneliti Senior Koninklijk Instituut voor Taal –, Land – en Volkenkunde (KITLV) Leiden, Belanda, Ward Berenschot menilai biaya politik di Indonesia sangat mahal untuk mewujudkan demokrasi berkualitas. Hal ini terjadi karena orang kaya telah mendominasi dunia politik Tanah Air.

Dalam diskusi daring yang diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) yang dipantau di Jakarta, Minggu (17/12/2023), Ward menyampaikan tingginya ongkos politik akan mereduksi jumlah orang berkompeten untuk menjabat di pemerintahan atau lembaga negara.

"Tantangan cukup besar untuk demokrasi di Indonesia bahwa ongkos politik sekarang tinggi sekali di Indonesia," kata Ward dalam diskusi dengan tema Eksplorasi Gagasan Menata Demokrasi Pasca-Pemilu 2024 itu.

Penulis buku Democracy for Sale itu mengatakan sudah saatnya pemerintah Indonesia mengubah sistem pemilihan umum,  yang bisa mengakomodasi seluruh sumber daya manusia (SDM) berkompeten, tanpa harus mengeluarkan uang banyak untuk berkontribusi.

Menurut dia, seharusnya tidak hanya orang kaya yang mendominasi dunia politik. Namun orang biasa dengan banyak gagasan bagus dan penting bisa ikut berkontribusi

"Untuk mewujudkan hal tersebut, salah satunya adalah subsidi untuk partai politik," katanya.

Profesor Antropologi Politik Komparatif di Universitas Amsterdam itu menjelaskan, pasca-negara memberi subsidi untuk partai politik, maka mereka bisa fokus mengedukasi masyarakat sesuai dengan deologinya.

Dengan demikian, kata dia, tidak perlu melakukan praktik mahar politik kepada individu yang membutuhkan "kendaraan" untuk berkompetisi saat pemilu.

Dikatakan pula bahwa hal itu membutuhkan regulasi untuk mengatur output atau dampak apa saja dari penggunaan anggarannya.

Selain itu, yang membuat biaya politik sangat mahal karena partai politik harus mengeluarkan biaya banyak untuk logistik saksi pemilu, tim sukses, dan kebutuhan lainnya. Oleh karenanya, berpotensi terjebak dalam mahar politik oleh orang kaya yang tidak memiliki gagasan untuk membangun negara.

Ward juga menyoroti lemahnya pengawasan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menghentikan praktik politik uang (money politicI) karena keterbatasan anggaran guna berkeliling memantau fenomena itu.

Fenomena beli suara (vote buy), lanjut dia, sudah umum terjadi dan hal itu sulit dihentikan sehingga bermuara pada tingginya biaya politik.

Jika semua itu terus terjadi, menurut dia, kualitas demokrasi tentu akan jauh menurun sehingga berdampak pada kualitas pemimpin pemerintahan atau lembaga negara di Indonesia.

Oleh karena itu, dia mengajak kepada seluruh pihak untuk bersama-sama mengubah kondisi itu agar keberlanjutan demokrasi yang berkualitas tinggi bisa terwujud.

FOLLOW US