JAKARTA - Diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih, sebagaimana tercantum dalam kitab Shahih Bukhari, bahwasanya Rasulullah ﷺ pada suatu waktu menyampaikan kepada seorang sahabat bernama ‘Abdullah ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma sebuah wasiat ataupun nasihat indah dan penuh makna. ‘Abdullah ibnu ‘Umar bercerita bahwa kala itu Rasulullah ﷺ memegang kedua pundaknya seraya bersabda:
كن في الدنيا َّكأنك غريب أو عابر سبيل
“Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau seorang musafir” (HR. Bukhari)
Sejatinya kita semua adalah seorang musafir. Kita semua adalah orang-orang yang sedang melakukan sebuah perjalanan sangat panjang nan agung. Pertanyaannya adalah, kemanakah kita akan pergi? Dimanakah tujuan akhir dari perjalanan kita? Kita semua sudah tahu jawabannya, dan kita pasti beriman sepenuhnya dengan jawaban tersebut.
Hanya saja, seringkali kita lupa. Seringkali kita terlena dengan gemerlap kehidupan dunia yang sementara, sehingga kita lupa akan tujuan akhir kita di kehidupan akhirat yang kekal. Hal tersebut lantaran dunia memanglah begitu indah. Dunia yang fana ini merupakan ciptaan Allah ﷻ yang begitu agung, penuh dengan keindahan, kesenangan, kenikmatan yang begitu memanja bagi kita sebagai manusia.
Boleh-boleh saja bagi kita untuk menikmati keindahan dan kenikmatan dunia ini sewajarnya, namun berhati-hatilah, jangan sampai kesenangan di dunia membuat kita lupa akan kesenangan yang sesungguhnya, di tujuan akhir kita kelak.
Allah ﷻ berfirman
وَمَا الۡحَيٰوةُ الدُّنۡيَاۤ اِلَّا مَتَاعُ الۡغُرُوۡرِ
“Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” (QS. Al-Hadid: 20)
Karena sifat dunia inilah, Rasulullah ﷺ menyampaikan nasihatnya yang mulia. Beliau mengingatkan kita sebagai umatnya untuk hidup di dunia ini seperti orang asing ataupun seorang musafir. Hal tersebut berarti bahwa kita menjadikan dunia ini seperti tempat singgah belaka. Kita jadikan dunia ini sebagai tempat istirahat sementara yang kita gunakan sebagai tempat bersinggah sebelum melanjutkan perjalanan menuju akhirat.
Di tempat bersinggah inilah kesempatan bagi kita untuk mengisi bekal perjalanan. Perjalanan kita amatlah jauh dan melelahkan, oleh karena itu kita harus memanfaatkan waktu bersinggah ini sebaik mungkin untuk mempersiapkan diri dan mengisi bekal perjalanan.
Namun, ketahuilah bahwa di perjalanan ini, kita tidak membutuhkan bekal berupa makanan ataupun minuman, tidak pula pakaian ataupun kendaraan. Lantas, apa bekal yang harus kita persiapkan?
Allah ﷻ berfirman:
وَتَزَوَّدُوۡا فَاِنَّ خَيۡرَ الزَّادِ التَّقۡوٰى
“Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa” (QS. Al-Baqarah: 197)
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah memberikan komentar mengenai dunia yang fana ini seraya memberikan nasihat yang selayaknya kita semua renungi.
Beliau berkata:
اِرْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً، وَارْتَحَلَتِ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً، وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُوْنٌ، فَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ، وَلَا تَكُوْنُوْا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا، فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابٌ وَغَدًا حِسَابٌ وَلَا عَمَلٌ
“Dunia akan meninggalkan kita dan akhirat pasti akan datang. Dan setiap masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-anak, maka jadilah anak-anak akhirat dan janganlah menjadi anak-anak dunia. Karena sesungguhnya hari ini adalah hari untuk beramal tanpa ada perhitungan, dan esok adalah hari perhitungan tanpa ada amal” (HR. Bukhari)
Maka dari itu, hendaknya kita menyadari dan memahami betul hakikat kehidupan saat ini. Di dunia ini kita sedang bersinggah dan sejatinya kita belum sampai di tujuan akhir. Maka gunakanlah waktu bersinggah ini sebaik-baiknya. Gunakanlah waktu yang singkat ini untuk mempersiapkan bekal perjalanan. Manfaatkan waktu yang kita miliki untuk memperbanyak amal kebaikan dan meningkatkan kualitas taqwa. Dan berhati-hatilah, walaupun tempat singgah ini begitu nyaman dan menyenangkan, tetaplah ingat bahwa tempat ini hanyalah tempat singgah, bukan rumah.
Seumpama pohon yang digunakan oleh seorang musafir untuk berteduh sejenak, kemudian setelah selesai, ia melanjutkan kembali perjalanannya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا لِيْ وَلِلدُّنْيَا؟ مَا أَنَا وَالدُّنْيَا؟! إِنَّمَا مَثَلِيْ وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ استظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Apalah artinya dunia ini bagiku?! Apa urusanku dengan dunia?! Perumpamaanku dan perumpamaan dunia adalah seperti pengendara yang berteduh di bawah sebuah pohon kemudian ia pergi meninggalkannya” (HR. Tirmidzi)
(Kontributor: Laksana Ibrahim - Alumni Pesantren Islam Al Irsyad Tengaran, Kabupaten Semarang)