• News

Perkuat Sistem Berbangsa dan Bernegara, DPD RI Tawarkan Lima Proposal Kenegaraan

Yahya Sukamdani | Jum'at, 22/09/2023 13:37 WIB
Perkuat Sistem Berbangsa dan Bernegara, DPD RI Tawarkan Lima Proposal Kenegaraan Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti. Foto: dpd/katakini

CIROBEON - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menawarkan lima proposal kenegaraan sebagai penyempurnaan dan penguatan sistem berbangsa dan bernegara, sesuai rumusan dan cita-cata para pendiri bangsa.

"Lima proposal kenegaraan DPD RI ini muncul dari hasil temuan dan aspirasi dari 34 Provinsi dan hampir di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. Persoalan yang dihadapi sama, yakni ketidakadilan yang dirasakan masyarakat, dan kemiskinan struktural yang sulit dientaskan," kata Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti di Cirebon, Jawa Barat, Kamis malam (21/9/2023).

LaNyalla mengatakan, lima proposal kenegaraan tersebut bukan hanya untuk memperkuat lembaga DPD RI. Namun, memiliki kepentingan yang lebih luas yaitu untuk memperkuat bangsa dan negara Indonesia dalam menghadapi tantangan yang lebih kompleks akibat ancaman dan perubahan situasi global yang tidak menentu.

Dalam penelaahan DPD RI, akar persoalannya adalah konstitusi hasil perubahan di tahun 1999 hingga 2002 telah meninggalkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi dan meninggalkan Pancasila sebagai identitas konstitusi.

Atas kesadaran tersebut, DPD RI membahas hasil temuan dan aspirasi yang diterima. Kemudian bersepakat untuk menawarkan gagasan perbaikan Indonesia yang lebih kuat, lebih bermartabat, lebih berdaulat dengan cara kembali menerapkan sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa.

"Makanya kita harus kembali kepada Pancasila. Karena bangsa ini nyatanya masih bersepakat bahwa Pancasila adalah falsafah dasar bangsa dan negara ini. Wujud dari kembali kepada Pancasila itu, tentu dengan mengembalikan konstitusi negara ini kepada rumusan para pendiri bangsa," katanya.

Lima proposal kenegaraan DPD RI, lanjut LaNyalla, berisi pertama, mengembalikan MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang lengkap dan berkecukupan, yang tidak hanya diisi oleh mereka yang dipilih melalui pemilu, tetapi juga diisi oleh utusan-utusan komponen masyarakat secara utuh, tanpa ada yang ditinggalkan.

Kedua, membuka peluang anggota DPR RI berasal dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan. Anggota DPR RI tidak hanya diisi dari peserta pemilu dari unsur anggota partai politik.

Hal ini untuk memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden, tidak didominasi oleh keterwakilan partai politik saja.

“Melainkan juga secara utuh dibahas juga oleh perwakilan penduduk daerah yang berbasis provinsi,” ujarnya.

Sehingga, lanjut LaNyalla, anggota DPD RI yang juga dipilih melalui Pemilu Legislatif, berada di dalam satu kamar di DPR RI, sebagai bagian dari pembentuk Undang-Undang.

LaNyalla menjelaskan, proposal kedua bukan merupakan gagasan baru. Menurut dia, dunia internasional sudah melakukan hal itu, termasuk 12 negara di Eropa.

Terbaru adalah Afrika Selatan yang membuka pintu kamar DPR tidak hanya dari unsur partai politik, tetapi juga perseorangan berbasis wilayah atau provinsi.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPD RI Mahyudin mengatakan, proposal kedua DPD RI agar anggota DPR RI juga berasal dari unsur perseorangan, bukan berarti membubarkan DPD RI.

DPD RI tetap ada sebagai perwakilan daerah. Lantaran daerah perlu diwakili agar tidak disparitas. Setiap orang yang dinilai mampu, berkualitas, integritas, memiliki ide, gagasan, nasionalisme dan berkomitmen untuk perbaikan bangsa ini, yang tidak bisa nyaleg dari parpol bisa maju melalui peserta pemilu perorangan. Termasuk para wartawan juga,” kata Mahyudin.

Sedankan proposal kenegaraan ketiga adalah untuk memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme utusan dari bawah. Bukan ditunjuk oleh presiden, atau dipilih DPRD seperti yang terjadi di era Orde Baru.

Dengan komposisi Utusan Daerah yang berbasis sejarah negara-negara lama dan bangsa-bangsa lama di kepulauan nusantara, yaitu raja dan sultan nusantara, serta suku dan penduduk asli nusantara.

Utusan Golongan yang bersumber dari organisasi sosial masyarakat dan organisasi profesi yang memiliki sejarah dan bobot kontribusi bagi pemajuan ideologi, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan agama bagi Indonesia.

Priposal keempat, memberikan wewenang untuk pemberian pendapat kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden, sehingga terjadi mekanisme keterlibatan publik yang utuh dalam pembahasan Undang-Undang di DPR.

Adapun proposal kelima, menempatkan secara tepat tugas, peran dan fungsi lembaga negara yang sudah dibentuk atau sudah ada di era Reformasi, seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial dengan tolok ukur penguatan sistem Demokrasi Pancasila.

FOLLOW US