JAKARTA - Ratusan pengunjuk rasa telah berkemah di luar pangkalan militer Prancis di ibu kota Niger, Niamey, selama enam hari terakhir untuk menuntut kepergian pasukan, tanda terbaru meningkatnya sentimen anti-Prancis di kalangan pendukung kudeta militer.
Demonstrasi dimulai Sabtu lalu, sekitar lima minggu setelah tentara menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum dan merebut kekuasaan dalam kudeta yang dikutuk secara luas di luar negeri tetapi dirayakan oleh banyak orang di dalam negeri.
Hubungan antara Niger dan bekas penjajahnya, Prancis, memburuk sejak Paris menyatakan junta tidak sah, sehingga memicu sentimen anti-Prancis.
Terdapat seruan agar sekitar 1.500 tentara Prancis ditempatkan di Niger sebagai bagian dari perjuangan yang lebih luas melawan pemberontakan Islam di Sahel untuk meninggalkan negara tersebut. Prancis sejauh ini menolak hal tersebut.
Demonstrasi untuk mendukung junta telah berulang sejak pengambilalihan kekuasaan. Namun kerumunan di depan militer Prancis telah membengkak dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan pergi.
Pada hari Jumat, pengunjuk rasa merayakan salat Dzuhur yang biasanya diadakan di masjid di depan pangkalan.
“Prancis tidak pernah membela negara jajahannya dan membantu kami. Sebaliknya, mereka ada di sini untuk menjarah sumber daya kami,” kata Hassane Aissa Seyni, yang duduk di antara perempuan berjilbab setelah salat.