• News

Koalisi Partai Tidak Bisa Dipastikan Sampai Pendaftaran Capres Dibuka KPU

Budi Wiryawan | Senin, 04/09/2023 21:05 WIB
Koalisi Partai Tidak Bisa Dipastikan Sampai Pendaftaran Capres Dibuka KPU Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah. Foto: gelora

JAKARTA - Koalisi partai politik dalam pencalonan calon Presiden dan calon wakil presiden belum bisa dipastikan bisa bertahan sampai resmi pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sebab, pencalonan seseorang yang terlalu dini dinilai hanya untuk menaikan posisi tawar dan mengambil keuntungan jangka pendek sebelum pendaftaran dilakukan.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah, kepada wartawan, Jakarta, Senin (4/9).

Menurut Fahri, hal itu sebagaimana prediksinya sejak setahun lalu setelah Anies Baswedan dicalonkan sebagai Capres oleh Partai NasDem. Dimana, koalisi partai politik dan pencalonan presiden tidak bisa dipastikan sampai pendaftaran resmi di buka oleh KPU.

Sebut saja, Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), pendukung Anies Rasyid Baswedan sebagai bakal calon presiden (Capres) 2024, yang telah mengalami perpecahan setelah Partai Demokrat angkat kaki dan menarik dukungan kepada Anies Baswedan.

“Banyak yang bertanya kepada saya soal prediksi saya setahun lalu, kalau hari ini adalah awal bulan September 2023 maka kira-kira September tahun lalu 2022 saya sudah menganalisis bahwa yang disebut koalisi dan pencalonan presiden itu tidak bisa kita pastikan sampai pendaftaran resmi di buka oleh KPU,” kata Fahri.

Diketahui, KKP yang terdiri dari NasDem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi mengusung Anies sebagai Capres di Pemilu 2024.

Sayangnya, peta berubah setelah NasDem meminang Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin untuk mendampingi Anies Baswedan di Pilpres 2024 mendatang.

“Orang tidak percaya dengan omongan saya hanya karena ada seseorang yang mencalonkan diri begitu dini lalu dengan pencalonan itu dipakai untuk memaksa orang untuk mendukung dia baik parpol maupun basis-basis masa,” kata Fahri.

“Saya katakan ini omong kosong semua adalah manuver yang motifnya bukan untuk pemenangan tetap untuk menaikan posisi tawar, dan mengambil keuntungan jangka pendek sebelum pendaftaran dilakukan,” tegasnya.

Karena, kata Fahri, pada akhirnya semua itu ditentukan tidak berbasis pada angka jumlah tiket karena kekacauan dari penerapan PT 20 persen yang dipaksakan. Maka, menurutnya, pertemuan partai dan koalisi-koalisi itu murni hanya untuk kepentingan sesaat.

“Termasuk rekrutmen partai-partai dalam koalisi untuk mencukupi tiket dan sebagainya itu semua omong kosong, termasuk kombinasi capres cawapres yang diiming-imingi kepada ketum parpol itu semua omong kosong,” tegas Fahri.

“Kepentingan sesaat itu termasuk adalah kepentingan memenuhi tiket, kalau ada kawan baru yang memenuhi kepentingan tiket, sementara kawan lama terlalu banyak kepentingan dan keinginan mereka bisa ditendang,” lanjutnya menegaskan.

Fahri menjelaskan, jika ada kemungkinan tiket pencalonan itu dikaitkan dengan komposisi jumlah kandidat dalam kombinasi, maka ada pihak yang bisa dikorbankan. Dan pada akhirnya jika para pemberi biaya atau bohir-bohir tidak sepakat dengan kombinasi itu, maka kombinasi itu bisa dibubarkan.

“Jadi prediksi saya setahun lalu itu murni karena saya membaca keseluruhan sistemnya,” terang Fahri.

Itu sebabnya, Fahri menyatakan kecewa karena ada pemanfatan identitas didalamnya, seperti pemanfaatan identitas agama yang seolah-olah orang itu akan seterusnya berjuang sebagai kandidat Islam.

Karena, menurut Fahri, harusnya pemimpin itu beradu gagasan, bukan klaim-klaim primordial yang digalang sejak awal hanya untuk memberikan keuntungan kepada kandidat itu dan juga pada partai pendukungnya.

“Yang bermorfosa untuk mendapatkan cerug dari basis-basis yang selama ini tdak akrab dengan dia. Anda tahu sendiri yang saya maksud, tetap intinya adalah kita sebagai rakyat pemilih jangan mau lagi dibohongi di tipu-tipu oleh rekayasa para elit untuk mengambil keuntungan bagi mereka pribadi,” kata Fahri.

“Tidak ada hubungannya dengan kepentingan dan perjuangan kita, itu hanya penggunaan simbol-simbol identitas saja, saya kira harus dicermati dan kita baca secara cerdas untuk menyongsong pemilu 2024 yang akan datang,” demikian Fahri.

FOLLOW US