• Oase

Usai Menikah, Istri Berhak Menolak Digauli apabila...

| Selasa, 29/08/2023 21:15 WIB
Usai Menikah, Istri Berhak Menolak Digauli apabila... Ilustrasi pernikahan. (FOTO: 20MINUTES)

JAKARTA - Usai menikah biasanya suami istri ingin cepat-cepat malam pertama atau menggauli, eit tapi tunggu dulu. Istri berhak menolaknya apabila ada syarat-syarat yang belum dipenuhi.

Buku karya Prof. DR. Amir Syaripuddin yang berjudul "Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan menjelaskan secara rinci menyangkut perkawinan.

Ditulisnya, setelah berlangsungnya akad perkawinan, maka secara hukum suami telah halal bergaul dengan istrinya. Namun suami wajib membayar mahar, meskipun baru diberikan separuhnya.

Tentang bagaimana pergaulan suami istri antara waktu terjadinya akad perkawinan dengan penyerahan mahar itu, menjadi pembicaraan di kalangan ulama. Misalnya Jumhur ulama berpendapat bahwa sebelum istri menerima pendahuluan mahar yang ditetapkan ia boleh menolak memberikan hak-hak suami seperti bergaul dan melakukan hubungan kelamin.

Karena mahar itu adalah haknya dan sebelum haknya itu diterimanya ia boleh tidak menjalankan kewajibannya.

Bahkan ulama Syafi`iyah menambahkan bahwa meskipun dalam hal ini istri menolak memberikan hak suami, namun istri tidak disebut "nusyuz" dan oleh karenanya istri masih berhak mendapatkan nafkah dan perumahan dan hak-hak istri yang lainnya (al-jaziriy:190).

Dalam hal bolehkah istri menuntut putusnya perkawinan, ulama berbeda pendapat. (al-jaziriyah:163-164) Menurut ulama Hanafiyah: bila suami tidak dapat memberikan mahar yang ditentukan, istri tidak dapat menuntut batalnya perkawinan.Yang dibolehkan hanyalah menahan dirinya dari tuntutan suami untuk bergaul dan hubungan kelamin`

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa bila suami tidak sanggup menunaikan kewajibannya membayar mahar ia berkelapangan untuk membayarnya. Menurut ulama Syafi`iyah bila suami tidak mampu membayar mahar dan istri sabar menerimanya tidak ada persoalan.

Dan bila istri tidak sabar menunggu kelapangan suami, maka ia boleh menuntut batalnya perkawinan.(al-Nawawiy,XVII,54). Ulama Hanabilah berpendapat bahwa istri berhak menuntut batalnya perkawinan bila sebelumnya ia tidak tahu akan ketidakmampuan suaminya itu.

(Penulis, Aldi Bardiansyah)

FOLLOW US