Ilustrasi
JAKARTA - Melihat apa yang telah dilakukannya ‘Umar pun berhenti dan menenangkan diri. Lantas ia beranjak duduk di atas sebuah kasur, kemudian ia melihat sebuah kitab Al-Qur’an yang tak lama sebelum itu sedang dibaca oleh Fatimah dan Sa’id, ia meminta izin untuk membaca Al-Qur’an tersebut.
Fatimah melarangnya dengan alasan karena ‘Umar belum suci, dan Al-Qur’an hanya boleh disentuh oleh orang-orang yang suci.
Lantas Fatimah pun menyuruh saudaranya itu untuk mandi dalam rangka bersuci terlebih dahulu kemudian setelah itu baru ia nmemberikan kitab suci Al-Qur’an kepadanya.
Umar pun membaca isi dari Al-Qur’an tersebut dan tak mampu ia pungkiri keindahan dari apa yang ia baca. Teruslah ‘Umar membaca dari basmalah seterusnya sampai rangkaian-rangkaian ayat berikutnya dengan takjub, dan ketika ia sampai pada ayat:
اٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاَنْفِقُوْا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُّسْتَخْلَفِيْنَ فِيْهِۗ
“Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya serta infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang Dia (titipkan kepadamu dan) telah menjadikanmu berwenang dalam (penggunaan)-nya” (Q.S Al-Hadid: 7).
Seketika, terketuk hati ‘Umar Bin Al-Khatthaab.
Tak lama kemudian ia pun pergi meninggalkan Fatimah dan segera pergi menuju Rasulullah ﷺ, namun kali ini dengan tujuan yang berbeda. Sesampainya ia disana, ia mengetuk pintu rumah. Para sahabat yang sedang berada di dalam pun lantas beranjak menuju pintu untuk melihat siapa yang mengetuk pintu itu. Betapa kagetnya mereka melihat ‘Umar bin Al-Khatthaab salah satu musuh islam paling besar yang tak ada yang meragukan kebenciannya akan islam dan Nabi Muhammad ﷺ sedang berada tepat di depan pintu.
Seketika kepanikan dan ketakutan meliputi seluruh sahabat yang sedang berada di rumah tersebut. Mereka yakin bahwa tujuan ‘Umar datang ke rumah ini adalah untuk membunuh Nabi Muhammad ﷺ.
Akan tetapi, terdapat seorang sahabat mulia yang dapat menenangkan semua orang, ialah Hamzah Bin Abdul Mutthalib radhiyallahu ‘anhu paman Nabi Muhammad ﷺ, dengan gagahnya seketika bersiap siaga seraya berkata: “Jika Allah menginginkan kebaikan dengan dia maka ia akan masuk islam, dan jika dia menginginkan selain itu maka akan mudah bagi kita untuk membunhnya.”
Dengan cekatan Hamzah dan seorang sahabat lainnya membuka pintu dan langsung menyergap ‘Umar, membawanya kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Ketika ‘Umar sudah berada di hadapan Nabi Muhammmad ﷺ, Nabi pun memerintahkan untuk melepaskannya kemudian ia menarik baju yang dikenakan ‘Umar seraya berkata “Masuklah Islam wahai Ibnu Khatthaab, Ya Allah berikanlah hidayah kepadanya”.Tak lama kemudian pun, dengan tegas dan lantang ‘Umar Bin Al-Khatthaab yang semua orang kira merupakan musuh terbesar Islam pada kala itu, mengucapkan “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan engkau adalah utusan Allah”
Sorakan takbir menggema di kediaman Al-Arqam bin Abil Arqam. Sorakan pengagungan tersebut begitu kencang sampai-sampai terdengar di jalan-jalan kota Makkah. Dalam umurnya yang ke-dua puluh enam ‘Umar bin Al-Khattab akhirnya mengucapkan syahadat dan menjadi orang ke-empat puluh yang masuk Islam kala itu.
Kegembiraan dan kebangaan terpancarkan dari kaum muslimiin karena sosok ‘Umar yang dulunya musuh terbesar mereka, kini telah masuk Islam.
Itulah seuntai kisah terketuknya hati ‘Umar bin Al-Khatthab. Pelajaran yang dapat kita petik adalah bahwasannya siapapun itu, dan dalam kondisi apapun seseorang berada, jika Allah ﷻ memang menghendaki, ia pun dapat mendapatkan hidayah. Allahu a’lam. (Kontributor:Laksana Ibrahim/Alumni Pesantren Al Irsyad - Tengaran).