Ilustrasi
JAKARTA - Sekeras apapun sebongkah batu, tetesan air pun akan menggerusnya seiring waktu. Itulah apa yang terjadi dengan sebongkah hati milik seorang sahabat yang mulia nan perkasa, seorang sahabat yang diberi gelar Al-Faruuq oleh Rasulullah ﷺ, yang memiliki arti sang pemisah antara kebenaran dan kebathilan.
Dialah sahabat setia Rasulullah ﷺ yang bernama ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu.
Sebelum masuknya ‘Umar bin Al-Khattab ke dalam Islam, pandangannya kepada agama Islam dan kepada Nabi Muhammad ﷺ sangatlah berbeda. Kala itu ia termasuk orang-orang yang paling benci kepada Nabi Muhammad ﷺ sehingga ia menjadi salah satu musuh terbesar islam.
Hatinya kala itu begitu keras sehingga enggan untuk menerima kebenaran yang Nabi Muhammad ﷺ dakwahkan. Walaupun begitu, Nabi Muhammad ﷺ dengan kelembutan hatinya tetap berdoa kepada Allah ﷻ:
اللهم أعز الإسلام بأحب هذين الرجلين إليك بأبي جهل أو بعمر بن الخطاب
“Ya Allah muliakanlah Islam dengan salah satu dari kedua orang ini yang paling engkau cintai, dengan Abi Jahl atau dengan ‘Umar Bin Al-Khattab” (H.R Tirmidzi).
Sampailah pada suatu waktu ketika para pemuka kaum Quraisy bertekad untuk membunuh Nabi Muhammad ﷺ. Karena fisiknya yang gagah dan kuat, dipilihlah ‘Umar bin Al-Khatthab sebagai seseorang yang diberikan tugas untuk membunuh Nabi Muhammad ﷺ. Disebabkan kebenciannya dengan islam, tanpa pikir panjang ‘Umar pun menerima tugas ini.
Dalam perjalanan menuju kediaman Nabi Muhammad ﷺ yang pada saat itu berada di rumah sahabat Al-Arqam Bin Abil Arqam radhiyallahu ‘anhu, ‘Umar tak sengaja berpapasan dengan seorang sahabat bernama Nu’aim bin ‘Abdillah yang sudah masuk islam pada saat itu. Curiga, Nu’aim bertanya kepada ‘Umar kemana ia hendak pergi.
Tanpa ragu, ‘Umar menjawab dengan tegas bahwa ia sedang menuju kediaman Al-Arqam bin Abil Arqam untuk membunuh Rasulullah ﷺ yang sedang berada di dalamnya.
Mendengar hal itu Nu’aim tak diam begitu saja. Ia berusaha sebisa mungkin untuk mencegah ‘Umar dari melakukan hal itu. Ia mengingatkan ‘Umar akan kekuatan pelindung Rasulullah ﷺ yaitu bani Abdi Manaaf dan bahwasannya mereka tak akan membiarkan ‘Umar membunuh Rasulullah ﷺ begitu saja.
Tetapi apa boleh buat, kebencian dan amarah yang terlanjur membara di hati ‘Umar sudah begitu meluap sehingga ia tidak peduli lagi siapa yang akan menghalanginya untuk membunuh Rasulullah ﷺ, bahkan ia sampai mengancam untuk membunuh Nu’aim sendiri.
Tak sanggup lagi, Nu’aim pun terpaksa berkata kepada ‘Umar satu hal yang kala itu tak pernah terbesit sekalipun di pikiran ‘Umar. Nu’aim berkata bahwasannya Fatimah, saudari ‘Umar bin Al-Khatthab sendiri telah masuk Islam.
Kaget dan marah, tanpa pikir panjang segera ‘Umar melaju menuju rumah dari saudarinya yang bernama Fatimah tersebut. Pada saat itu Fatimah sedang berada di rumah bersama suaminya yang juga telah masuk Islam bernama Sa’id. Mereka sedang belajar Al-Qur’an bersama seorang sahabat lain yang bernama Khabbab bin Al-Aratt. Seketika mereka mendengar langkah kaki ‘Umar, Khabbab langsung bersembunyi, sedangkan Fathimah dan suaminya Sa’id bersiap-siap untuk menemui ‘Umar.
Ketika ‘Umar bertanya mengenai suara-suara yang ia dengar sebelum ia memasuki rumah, yang ternyata merupakan suara bacaan surat Thaha. Akan tetapi agar ‘Umar tidak marah Fathimah dan Sa’id berkata itu hanya suara percakapan biasa. Tak percaya, langsung saja ‘Umar menanyakan hal yang menjadi tujuan datangnya ia ke rumah tersebut.
“Kalian sudah masuk Islam?”
Mendengar pertanyaan itu, Sa’id lantas menjawab “Apa pendapatmu wahai ‘Umar, kalau ternyata kebenaran berada di agama selain agamamu?”
Seketika bergejolaklah amarah dalam hati ‘Umar bin Al-Khatthaab. Tak tahan lagi, ia meraih suatu benda dan hendak memukulkannya kepada Sa’id yang dianggapnya sudah keterlaluan tersebut.
Akan tetapi, seseorang menghalangi pukulannya tersebut. Bahkan pukulan keras ‘Umar pun akhirnya mendarat di wajah seseorang tersebut sampai-sampai mengalir darah dari wajahnya. Dengan isak tangis seseorang tersebut berkata “apapun yang akan kau lakukan maka lakukanlah, sungguh aku telah masuk Islam”
Perkataan itu merupakan ketukan pertama untuk hati ‘Umar. Kini ia telah benar-benar sadar. Saudarinya sendiri telah masuk agama Islam. (Kontributor:Laksana Ibrahim/Alumni Pesantren Al Irsyad-Tengaran).