• News

Bahas Demokrasi Bersama Guru Besar Universitas Melbourne, Sultan: Demokrasi Indonesia Unik

Yahya Sukamdani | Minggu, 30/07/2023 07:03 WIB
Bahas Demokrasi Bersama Guru Besar Universitas Melbourne, Sultan: Demokrasi Indonesia Unik Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin bersama guru besar hukum dan konstitusi Universitas Melbourne. (Foto: DPD RI)

MELBOURNE - Demokrasi Indonesia oleh beberapa lembaga dunia masih mengalami kebuntuan dan stagnansi, pasca reformasi. Pasang surut indeks demokrasi ini tidak terlepas dari dinamika politik dan sistem ketatanegaraan Indonesia yang cenderung tidak seimbang.

Hal ini terkonfirmasi oleh laporan terbaru Economist Intelligence Unit (EIU), bahwa indeks demokrasi Indonesia meraih skor 6,71 pada 2022. Skor tersebut sama dengan nilai yang diperoleh Indonesia pada Indeks Demokrasi 2021, dan masih tergolong sebagai demokrasi cacat (flawed democracy). Meski nilai indeks tetap, ranking Indonesia di tingkat global menurun dari 52 menjadi 54.

Fenomena Kecacatan demokrasi Indonesia ini menjadi topik utama public lecture dan diskusi intensif antara rombongan Dewan Perwakilan Daerah (DDP) RI di Universitas Melbourne Australia pada hari Kamis. Wakil ketua DPD RI Sultan B Najamudin menyampaikan bahwa kecenderungan pada pembangunan ekonomi, mendorong Pemerintah menciptakan stabilitas sosial politik yang rentan membonsai demokrasi.

"Sistem politik multi partai dan presidensialisme justru menjadi beban tersendiri bagi demokrasi akibat ketidakseimbangan bangunan ketatanegaraan Indonesia", ujar Sultan dalam forum yang dihadiri oleh beberapa guru besar hukum dan konstitusi Universitas Melbourne pada Sabtu (29/07).

Meskipun secara sosial politik, kata Sultan, anomali demokrasi Indonesia justru menjadi kekhasan dan keunikan dalam wawasan demokrasi dunia. Bahwa setiap negara memiliki latar peristiwa sejarah dan sosial budaya berbeda yang berdampak pada praktek dalam berdemokrasinya saat ini.

"Harus diakui bahwa sejak awal kemerdekaan, banyak rezim mengabaikan nilai budaya politik yang demokratis dan kebebasan sipil di Indonesia. Partai politik yang berperan sebagai pilar demokrasi justru hanya diposisikan seperti lembaga profit yang mencari keuntungan secara ekonomi politik", sambungnya.

Turut hadir dalam Public lecture tersebut mantan ketua Mahkamah Konstitusi Professor Jimly Assidiqie, Professor Tim Lindsey, Professor Deny dan Professor Vedi Hadits dari Melbourne University. Adapun dari pihak Konsulat Jenderal RI di Melbourne Bapak Kuncoro.

Dalam kesempatan yang penting tersebut, lanjut Sultan, Prof. Lindsey sebagai Ahli konstitusi Melbourne University sudah menyampaikan kesediaannya berkunjung ke Indonesia untuk menyampaikan pandangannya tentang demokrasi dan sistem ketatanegaraan bersama DPD RI. Dalam rangka mencari formula ketatanegaraan yang tepat agar lembaga DPD RI semakin makin kuat dan bermanfaat bagi rakyat.

FOLLOW US