Jakarta - Telah kita ketahui penjelasan dari Syathih berkenaan dengan mimpi Rabi’ah bin Nashr. Selanjutnya, penguasa Yaman ini pun bertemu dengan Syiqq. Sang Raja menanyakan hal yang sama. Jawaban Syiqq pun persis seperti Syathih. Hanya berbeda dalam tata bahasa, pengungkapan kata dan penyebutan daerah saja.
Intinya, setelah masa Raja Rabi’ah bin Nashr berkuasa di Yaman, orang-orang Habasyah (Ethiopia) akan menguasai negeri Yaman, mulai dari daerah antara Abyan sampai Najran.
Mereka menguasai daerah tersebut hanya sekitar 70 tahun lebih. Setelah itu orang-orang Habasyah diusir oleh Iram Dzi Yazan. Keturunan raja Himyar ini akan mendatangi mereka dari Adn dan pada akhirnya tidak meninggalkan seorang pun dari orang Habasyah di Yaman.
Namun kekuasaan atas semua wilayah Yaman di jazirah Arab Selatan akan dihentikan oleh seorang Rasul yang diutus Allah ﷻ dengan membawa kebenaran dan keadilan, diantara orang-orang beragama dan orang-orang mulia.
Kekuasaan pun akan berada pada kaumnya Rasul ini sampai tibanya hari pengadilan (yaum al-fashl). Yaitu ketetapan waktu dimana perbuatan para penguasa akan mendapatkan balasannya. Ketetapan waktu saat dikumandangkannya seruan dari langit.
Ketetapan waktu kala diperdengarkan seruan kepada seluruh mahluk yang hidup maupun yang telah mati. Waktu ditetapkannya semua manusia dikumpulkan. Waktu dimana manusia yang bertakwa akan mendapatkan kebaikan dan keberuntungan.
Rabi’ah bin Nashr mempertimbangkan apa yang harus dilakukannya setelah mendengar takwil mimpi dari kedua orang ini. Sang Raja Yaman ini segera memindahkan keluarganya untuk menetap di Hirah (sekarang Kufah, wilayah negara Irak).
Penguasa Yaman ini juga menulis surat permohonan suaka kepada kisra Sabur bin Hurrazad, sang Penguasa kerajaan Persia. Beliau bertujuan menyelamatkan keluarganya dari bahaya yang akan datang.
Imam Ibnu Hisyam rahimahullah dalam kitab al-Sirah al-Nabawiyyah, mengisahkan tentang peralihan kekuasaan kerajaan Yaman selanjutnya. Setelah Rabi’ah bin Nashr meninggal, Hassan bin Tubba’ As’ad bin Karib mengambil kembali kekuasaan kerajaan Yaman berikut seluruh (wilayah)nya.
Demikianlah terus berlanjut hingga tiba masanya Zu Nuwas berkuasa sebagai raja Arab Himyar. Dirinya terprovokasi oleh orang-orang Yahudi di negeri itu untuk memaksa komunitas Nasrani agar memeluk Yahudi. Sekitar 20.000 orang Nasrani Yaman meninggal dalam parit api. Al-Qur’an mengabadikan kisah Ashabul Ukhdud (para pembuat parit berapi) dalam surah (ke-85) Al-Buruj ayat 4-8.
Inilah diantara alasan kerajaan Habasyah yang didukung kekaisaran Romawi Bizantium menyerang kerajaan Himyar di Yaman. Maka orang-orang Habasyah menguasai negeri Yaman sekitar 70 tahun lebih. Kezaliman dan teror mereka bahkan melebihi Zu Nuwas.
Dengan penuh kesombongan, Abrahah bahkan sempat membawa pasukan infantri bergajah untuk menghancurkan Ka’bah. Maka sangatlah pantas Allah ﷻ menghukum dan menghancurkan mereka. Bagaimana mungkin Abrahah yang diusung sebagai pembela Nasrani dan pengikuti ajaran nabi Isa `alaihissalam tidak menyadari bahwa Ka’bah yang berada di Mekah dibangun oleh nabi Ibrahim beserta anaknya `alaihimussalam.
Sungguh sudah semestinya bagi umat Yahudi, Nasrani dan Islam untuk menghormati nabi Ibrahim `alaihissalam. Bahkan atas nama hak asasi manusia pun, seharusnya tidaklah ada lagi perusakan tempat ibadah, meneror di dalamnya, atau penistaan terhadap agama dalam bentuk apapun. Kecuali untuk merenovasi dan sebab lainnya yang diperbolehkan agama dengan menjunjung hak asasi manusia.
Kembali kepada kisah kekuasaan di negeri Yaman. Setelah itu, Saif bin Dzi Yazan sebagai keturunan raja Himyar berhasil membebaskan Yaman dan mengakhiri pendudukan Habasyah. Peristiwa ini juga mempermalukan kekaisaran Romawi Bizantium.
Semoga kisah yang ringkas ini dapat menambah wawasan dan khazanah keilmuan kita. (Kontributor : Dicky Dewata)