• News

Twitter Tolak Larangan Pengadilan Turki Mengakses Akun selama Pemilu

Yati Maulana | Selasa, 16/05/2023 20:02 WIB
Twitter Tolak Larangan Pengadilan Turki Mengakses Akun selama Pemilu Logo aplikasi Twitter terlihat pada ilustrasi yang diambil pada 22 Agustus 2022. Foto: Reuters

JAKARTA - Twitter menyatakan mengajukan keberatan atas perintah pengadilan Turki yang meminta larangan akses ke beberapa akun dan tweet di platform tersebut, setelah tetap menyediakan layanannya selama akhir pekan pemilihan meskipun ada peringatan dari pihak berwenang di Ankara.

Pada hari Sabtu, sehari sebelum pemilihan presiden dan parlemen, Twitter mengatakan telah membatasi akses ke beberapa konten di Turki untuk menjaga agar platform tetap tersedia bagi pengguna di sana.

Perintah pengadilan, yang dibagikan oleh Twitter, meminta larangan akses dengan alasan mengancam ketertiban umum dan keamanan nasional.

"Kami menerima apa yang kami yakini sebagai ancaman terakhir untuk membatasi layanan - setelah beberapa peringatan seperti itu," kata Twitter dalam pernyataan yang dikeluarkan Senin malam.

"Jadi, agar Twitter tetap tersedia selama akhir pekan pemilihan, kami mengambil tindakan terhadap empat akun dan 409 Tweet yang diidentifikasi berdasarkan perintah pengadilan."

Twitter mengatakan lima perintah pengadilan telah dikeluarkan terkait tindakan ini dan telah menolak empat di antaranya.

"Sementara salah satu keberatan kami telah ditolak, tiga di antaranya masih dalam peninjauan. Kami akan mengajukan keberatan kami untuk urutan kelima besok," tambahnya.

Presiden Tayyip Erdogan memimpin dengan nyaman setelah putaran pertama pemilihan presiden, dengan saingannya Kemal Kilicdaroglu menghadapi perjuangan berat untuk mencegah presiden memperpanjang kekuasaannya menjadi dekade ketiga dalam pemungutan suara putaran kedua pada 28 Mei.

Tahun lalu, Turki memperkenalkan undang-undang yang mewajibkan perusahaan media sosial untuk menghapus konten "disinformasi" dan membagikan data pengguna dengan pihak berwenang jika mereka memposting konten yang merupakan kejahatan, termasuk informasi yang menyesatkan.

Perusahaan media sosial diharuskan untuk menunjuk perwakilan Turki dan mereka menghadapi pembatasan bandwidth hingga 90% segera setelah perintah pengadilan jika perwakilan tersebut gagal memberikan informasi kepada pihak berwenang.

Aktivis dan tokoh oposisi telah menyuarakan keprihatinan atas undang-undang tersebut, dengan mengatakan hal itu dapat memperketat cengkeraman pemerintah di media sosial, salah satu benteng terakhir kebebasan berbicara dan perbedaan pendapat di Turki setelah 20 tahun pemerintahan Erdogan.

FOLLOW US