• Info MPR

HNW: Seandainya FIFA Tidak Diskriminatif, Indonesia Tetap Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20

Asrul | Jum'at, 31/03/2023 12:33 WIB
HNW: Seandainya FIFA Tidak Diskriminatif, Indonesia Tetap Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA

Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengaku kecewa dengan sikap diskriminatif FIFA hingga tidak mencoret Israel sebagaimana inti penolakan publik, tapi malah mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20.

Sekalipun memang sebab penolakan disebut oleh FIFA terkait “situasi kekinian”, hal yang bisa ditafsirkan sebagai termasuk situasi kekinian yang terkait Kanjuruhan, tapi banyak pihak meyakini bahwa “situasi kekinian” itu juga terkait adanya penolakan meluas terhadap akan hadirnya tim kesebelasan Israel yang oleh Indonesia disebut sebagai penjajah atas Palestina.

“Keputusan FIFA yang malah mencoret Indonesia sebagai tuan rumah, sangat mengecewakan, termasuk bagi PKS dan pihak-pihak lain yang mengkritisi FIFA secara konstruktif, tentu hal itu juga sangat mengecewakan bagi pencinta Sepakbola di Indonesia. Keputusan FIFA yang terkesan terburu-buru itu tidak sesuai dengan prinsip “tidak diskriminatif” yang konon menjadi pegangan FIFA," jelasnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (31/3).

"Karena sebelumnya FIFA sudah menggugurkan pemeo “jangan campur adukkan olahraga/sepakbola dengan politik. Karena FIFA (dan UEFA) sudah mencampuradukkan sepakbola dengan politik, seperti fakta FIFA sudah melarang Rusia bertanding dalam kualifikasi Piala Dunia Qatar 2022, bahkan untuk Final Euro 2022 UEFA mencoret kesebelasan perempuan Rusia dan menggantinya dengan Portugal, karena alasan politis invansi Rusia atas Ukraina,” sambungnya.

Padahal, lanjutnya, Israel juga melakukan hal yang lebih parah terhadap Palestina dan sepakbola Palestina. Namun, bukannya Israel yang dicoret seperti Rusia, kok malah Indonesia yang ingin agar FIFA konsisten terhadap sikap tidak diskriminasinya, malah dicoret sebagai tuan rumah.

Padahal sebelumnya, FIFA juga bisa mengabulkan permintaan Qatar sebagai tuan rumah piala Dunia 2022, mestinya FIFA juga bisa menghormati sikap Indonesia sebagaimana sebagiannya ditampilkan dalam berbagai aksi penolakan.

Karena sebelum FIFA menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah, pastinya FIFA tahu sikap Indonesia yg mensejarah menolak Israel berdasarkan Konstitusi dan aturan hukum. Demikian juga Israel sebelum mengikuti fase menuju final, mestinya tahu bahwa tuan rumah final nanti adalah Indonesia negeri yg punya sejarah panjang menolak penjajahan Israel.

“Sehingga mestinya Israel sudah mengambil sikap yang tidak merugikan Indonesia dan dunia sepakbola Indonesia, dengan dicoretnya Indonesia dari penunjukan sebagai tuan rumah. Tetapi diskriminasi FIFA dan radikalismenya Israel telah menjatuhkan korban, FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan final U20,” ujarnya).

HNW sapaan akrabnya mengatakan FIFA memang terkesan ingin mencari ‘aman’ dalam rilis resminya dengan tidak eksplisit menyebutkan alasan adanya penolakan Israel sebagai dasar pencabutan status tuan rumah Indonesia. Di rilis tersebut, FIFA hanya menyebut adanya ‘situasi yang terjadi saat ini’.

“Frase ‘situasi yang terjadi saat ini’ memang multi tafsir, bisa penolakan bisa juga Kanjuruhan atau yang lainnya, tapi justru terkesan bahwa FIFA ingin menghindar dari penyebutan fakta adanya penolakan yang meluas terhadap keikut sertaan tim penjajah Israel tersebut. Karena kalau alasan penolakan meluas atas keikutsertaan Israel secara tersurat disebutkan, maka sudah sangat jelas terjadinya diskriminasi yang dipraktekkan FIFA saat menyikapi Israel dan negara lain yang berperilaku serupa(Rusia dan Afrika Selatan). Ini tentu melanggar Pasal 3 Statuta FIFA yang memuat asas “non diskriminasi” tukasnya.

Karena selain terhadap Rusia, lanjut HNW, FIFA dahulu juga pernah mencopot keanggotaan Afrika Selatan karena politik apartheidnya. Padahal, sejumlah lembaga internasional yang kredibel, seperti Amnesty International, pada Februari 2022, juga sudah merilis sejumlah laporan bukti Israel sebagai negara apartheid.

HNW menyayangkan sikap diskriminatif dan tidak konsisten FIFA ini yang korbannya adalah Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20. Padahal, lanjut HNW, penolakan-penolakan terhadap Israel yang meluas di Indonesia itu justru bisa membantu FIFA untuk menegakkan Pasal 2 Statutanya sendiri, yakni terkait komitmennya untuk menghormati hak asasi manusia dan berusaha mempromosikan perlindungan hak-hak tersebut.

“Dalam hal ini jelas sekali bahwa Israel telah melakukan pelanggaran HAM berat terhadap rakyat Palestina di Gaza sebagaimana dilaporkan oleh Human Right Watch (2021), apalagi dengan penjajahan terhadap Palestina yang sudah lebih dari 70 tahun. Serta, banyaknya pelanggaran hukum internasional yang sering dilakukan oleh Israel,” ujarnya.

Oleh karena itu, HNW berharap agar Pemerintah dan PSSI tidak begitu saja menyerah atas keputusan FIFA yang mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20, apalagi sudah banyak latihan pemain dan dana yang dikeluarkan untuk mempersiapkan event tersebut.

“Pemerintah dan PSSI mestinya terus berusaha untuk memperoleh haknya. Bila perlu Pemerintah/PSSI membawa persoalan ini ke Court of Arbiration for Sport (CAS) untuk mendapatkan keadilan dan tegaknya sportivitas. Dan agar Indonesia yang sudah jadi korban diskriminasi FIFA ini tidak malah diberi sanksi juga oleh FIFA,” tuturnya.

HNW menegaskan kita juga perlu menolak sanksi apapun terhadap Indonesia, karena sikap kritis di Indonesia seperti yang dilakukan PKS beserta PDIP, partai lainnya, ormas-ormas seperti Muhammadiyah, MUI, KNPI dan lain sebagainya itu sesuai konstitusi dan kedaulatannya sebagai negara hukum dengan aturan hukum yang sangat jelas seperti tertera dalam Peraturan MenLu No 3/2019.

Karenanya tidak layak Indonesia diberi sanksi atas sikapnya. Bila sikap menyelamatkan FIFA dari sikap diskriminatif dan menghormati kedaulatan Indonesia ini bisa sukses dilakukan, tentu ini bisa jadi legacy PSSI dan Pemerintah Presiden Jokowi.

Seperti halnya legacy Presiden Soekarno yang menolak Israel, sehingga membuat Israel dikucilkan di AFC (Konfederasi Sepakbola Asia), hingga akhirnya terpaksa bertanding di bawah UEFA (Konfederasi Sepakbola Eropa).

“Tetapi peristiwa ini juga penting dijadikan sebagai pelecut untuk menyelesaikan dengan benar permasalahan terkait sepakbola di Indonesia seperti kasus Kanjuruhan. Dan peristiwa diskriminatif yang mengorbankan Indonesia itu juga penting jadi penyemangat bagi PSSI dan para pemain bola Indonesia di usia apa saja. Agar kwalitasnya meningkat, sehingga bisa disegani dan diperhitungkan dengan sebenarnya, karena di dekade terakhir, bahkan di tingkat ASEAN pun kesebelasan Indonesia di usia apapun untuk bisa menjadi juara 3 saja masih kesulitan,“ pungkasnya.

FOLLOW US