• News

Sebulan Terkatung-katung di Laut, Warga Rohingya Akhirnya Berlabuh di Indonesia

Tri Umardini | Selasa, 27/12/2022 01:01 WIB
Sebulan Terkatung-katung di Laut, Warga Rohingya Akhirnya Berlabuh di Indonesia Petugas kesehatan di Aceh memeriksa seorang pengungsi Rohingya yang merasa sakit setelah kedatangannya. (FOTO: AP PHOTO)

JAKARTA - Lusinan warga Rohingya yang lapar dan lemah mendarat di sebuah pantai di provinsi Aceh paling utara di Indonesia.

Sekelompok 58 pria Rohingya di laut selama lebih dari sebulan mendarat di sebuah desa nelayan di kabupaten Aceh Besar, Indonesia pada hari Minggu pagi, menurut kepala polisi setempat.

Penduduk desa yang melihat kelompok tersebut di atas perahu kayu reyot membantu mereka ke pantai Indrapatra di Ladong, sebuah desa nelayan, dan kemudian melaporkan kedatangan mereka ke pihak berwenang, kata Rolly Yuiza Away, kepala polisi, seperti dikutip dari Al Jazeera.

“Mereka terlihat sangat lemah karena kelaparan dan dehidrasi. Beberapa dari mereka sakit setelah perjalanan panjang dan berat di laut, ”kata Away, menambahkan bahwa orang-orang tersebut menerima makanan dan air dari penduduk desa dan lainnya sambil menunggu instruksi lebih lanjut dari imigrasi dan pejabat lokal di Aceh.

Setidaknya tiga pria dilarikan ke klinik kesehatan untuk perawatan medis, dan yang lainnya juga menerima berbagai perawatan medis, kata Away.

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok lain pada Jumat mendesak negara-negara di Asia Selatan untuk menyelamatkan perahu pengungsi Rohingya yang terapung-apung selama beberapa pekan di Laut Andaman.

“Laporan menunjukkan bahwa mereka yang berada di kapal sekarang telah berada di laut selama sebulan dalam kondisi yang mengerikan dengan makanan atau air yang tidak mencukupi, tanpa ada upaya dari negara-negara di wilayah tersebut untuk membantu menyelamatkan nyawa manusia,” kata badan pengungsi PBB, UNHCR, dalam sebuah pernyataan.

“Banyak wanita dan anak-anak, dengan laporan hingga 20 orang meninggal di kapal yang tidak layak laut selama perjalanan.”

Pada hari Senin, UNHRC mengatakan sebuah kapal terpisah dengan 180 Rohingya diduga tenggelam, dan bahwa tahun 2022 dapat berakhir sebagai salah satu yang paling mematikan bagi komunitas yang terpaksa meninggalkan rumahnya di Myanmar karena kekerasan etnis.

Away mengatakan salah satu pria di kapal yang mencapai Ladong berbicara sedikit bahasa Melayu dan mengatakan mereka telah berada di laut selama lebih dari sebulan, bertujuan untuk mendarat di Malaysia untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan bekerja di sana.

Lebih dari 700.000 Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar yang mayoritas beragama Buddha ke kamp-kamp pengungsi di Bangladesh sejak Agustus 2017, ketika militer Myanmar melancarkan operasi pembersihan sebagai tanggapan atas serangan oleh kelompok pemberontak.

Pasukan Myanmar telah dituduh melakukan pemerkosaan massal, pembunuhan dan pembakaran ribuan rumah.

Kelompok-kelompok Rohingya telah berusaha untuk meninggalkan kamp-kamp yang penuh sesak di Bangladesh dan melakukan perjalanan laut yang berbahaya ke negara-negara lain di wilayah tersebut.

Malaysia telah menjadi tujuan umum bagi kapal-kapal tersebut, karena para penyelundup menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi para pengungsi di sana. Tetapi banyak pengungsi Rohingya yang mendarat di Malaysia menghadapi penahanan.

Meskipun Indonesia bukan penandatangan Konvensi Pengungsi PBB tahun 1951, UNHCR mengatakan peraturan presiden tahun 2016 memberikan kerangka hukum nasional yang mengatur perlakuan terhadap pengungsi di atas kapal yang mengalami kesulitan di dekat Indonesia dan untuk membantu mereka turun.

Ketentuan ini telah diterapkan selama bertahun-tahun, terakhir bulan lalu ketika sekitar 219 pengungsi Rohingya, termasuk 63 perempuan dan 40 anak-anak, diselamatkan di lepas pantai kabupaten Aceh Utara dengan dua perahu reyot. (*)

 

FOLLOW US