• News

14 September Hari Kunjung Perpustakaan, Budayakan Gemar Membaca Sejak Dini

Tri Umardini | Rabu, 14/09/2022 08:30 WIB
14 September Hari Kunjung Perpustakaan, Budayakan Gemar Membaca Sejak Dini 14 September Hari Kunjung Perpustakaan, Budayakan Gemar Membaca Sejak Dini. (FOTO: INSTITUTE OF HISTORICAL RESEARCH)

JAKARTA - Hari Kunjung Perpustakaan diperingati setiap tahun pada 14 September.

Hari ini diresmikan oleh Presiden Soeharto dan pertama digelar pada 1995.

Di saat yang sama, Soeharto juga meresmikan bulan September sebagai bulan Gemar Membaca.

Adapun tujuan dari dibuatnya Hari Kunjung Perpustakaan adalah untuk menggerakkan aktivis intelektual di Indonesia, terutama di dalam menyebarkan budaya membaca bagi generasi bangsa.

Hari Kunjung Perpustakaan juga menjadi momentum yang tepat untuk mengenalkan perpustakaan sejak dini kepada anak-anak.

Dengan begitu, budaya gemar membaca di Indonesia dapat meningkat.

Sejarah dan Tujuan Hari Kunjung Perpustakaan

Menurut laman Perpusnas, Hari Kunjung Perpustakaan dimulai sejak 14 September 1995 pada saat pemerintahan Presiden Soeharto.

Berawal dari Ketetapan Presiden Soeharto kepada Kepala Perpustakaan Nasional RI dengan surat nomor 020/A1/VIII/1995 pada 11 Agustus 1995.

Surat itu berisi usulan pencanangan Hari Kunjung Perpustakaan pada 14 September 1995.

"Presiden Soeharto memiliki harapan dengan adanya ketetapan tersebut dapat memberikan tujuan yang positif bagi gerakan aktivis intelektual di Indonesia, terutama di dalam menyebarkan budaya membaca generasi bangsa Indonesia," ujar Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpusnas Joko Santoso.

Dalam tulisan yang ditulis oleh Kepala Perpusnas pertama, Mastini Harjo Prakoso pada Majalah Himpunan Perpustakaan Chusus Indonesia (HPCI), disebutkan bahwa Indonesia pernah menjadi negara yang produktif dalam menerbitkan berbagai judul buku.

Hal ini juga terkait dengan semangat Presiden Sukarno yang memang sangat suka membaca dan mendukung penuh untuk menjadikan penerbitan termasuk juga aktivitas membaca, pemberantasan buta huruf, sebagai prioritas pertama.

Terlihat pada tahun 1963, banyak terbitan buku di Indonesia bahkan pihak swasta sudah mulai berani membangun berbagai usaha penerbitan dan buku di Indonesia.

Hal ini menjadi perhatian Amerika sebagai negara Adi Kuasa.

Bahkan mereka membeli buku terbitan Indonesia dengan membuka kantor cabang Perpustakaan Nasional Amerika Serikat di Indonesia.

Tak hanya Amerika Serikat, Badan Literasi Belanda Koninklijk Instituut voor Taal –, Land – en Volkenkunde (KITLV) memusatkan untuk mengakuisisi terbitan indonesia di bidang ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan.

Australia juga membuka perwakilan kantor Perpustakaan Nasional menunjuk agennya untuk membeli ragam buku terbitan Indonesia khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan sosial. (*)

 

FOLLOW US