• Bisnis

Perlu Inovasi dan Kolaborasi untuk Kuatkan Implementasi Pembangunan Berkelanjutan di Daerah

Budi Wiryawan | Kamis, 21/07/2022 22:34 WIB
Perlu Inovasi dan Kolaborasi untuk Kuatkan Implementasi Pembangunan Berkelanjutan di Daerah Ilustrasi Inovasi. (Foto: koinworks.com)

Jakarta - Penguatan implementasi pembangunan berkelanjutan di daerah menjadi sangat krusial di tengah tingkat daya saing Indonesia dari peringkat ke-37 pada 2021 menjadi ke-44 pada tahun ini.

Untuk itu diperlukan inovasi dan kolaborasi dari sejumlah pihak untuk dapat memperbaiki peringkat tersebut.

“Kami mendorong inovasi yang terus tumbuh. Maka mari bersama berkolaborasi, bahkan menerapkan ‘ATM’, yaitu amati, tiru dan modifikasi kota-kota yang bersih dan berhasil membangun lingkungannya,” kata Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Eko Prasetyanto ketika membuka Workshop Indeks Daya Saing Daerah untuk Pembangunan Berkelanjutan pada AOE 2022, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (21/7/2002).

Dia mencontohkan bagaimana perlunya kolaborasi, bahkan dalam penanganan masalah sehari-hari, yaitu sampah.

“Ada 58,5 juta ton sampah di Indonesia, itu bukan soal gampang. Itu disumbang 278 juta penduduk. Sebagian besar dari plastik. Ini perlu inovasi. Tidak mungkin kalo hanya bekerja hanya secara struktural. Jadi kita perlu libatkan semua pihak,” tegasnya.

Turut hadir dalam workshop tersebut Staf Ahli Menteri Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan selaku Kepala Sekretariat Nasional TPB/SDGs, Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati, Bupati Trenggalek/Wakil Ketua Umum APKASI Mochamad Nur Arifin, peneliti Indeks Daya Saing Daerah Berlanjutan Eduardo Edwin Ramda, dan Direktur Sistem Informasi Statistik, Badan Pusat Statistik Dr. Pudji Ismartini.

Sementara itu, Vivi Yulaswati menjelaskan bahwa berdasarkan data, lebih dari 44 persen kabupaten/kota yang sudah memiliki daya saing dalam tingkat yang tinggi dan sedang. Daerah yang tercatat memiliki Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) sangat tinggi hanya 1,3 persen, yaitu Kabupaten/Kota dengan IDSD tertinggi adalah Kabupaten Surakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Sragen.

Sedangkan daerah dengan IDSD kategori tinggi mencapai 22,8 persen, dan sedang 21,5 persen, serta rendah 10,7 persen.

Dalam paparannya, Vivi juga menekankan pentingnya kemitraan multi-pihak dalam pembangunan berkelanjutan. “Diperlukan banyak upaya untuk mencapai target. Kita dorong kolaborasi beyond pemerintah, yaitu dari pihak swasta, filantropi dan unsur masyarakat lainnya,” katanya.

Terkait inovasi, Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin mengingatkan bahwa inovasi harus terus dilakukan dan disempurnakan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Selain itu pemerintah harus terus mendong kreaktivitas warganya.

"Supaya berkelanjutan, perlu dilakukan reinventing innovation, pembaruan terhadap inovasi-inovasi. Semakin kreatif suatu negara, maka semakin sejahtera negara tersebut,” katanya.

Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan

Menurut Eduardo Edwin Ramda, indeks Daya Saing Daerah Berlanjutan (DSDB) memiliki empat pilar, yaitu lingkungan lestari, ekonomi tangguh, inklusi sosial dan tata kelola yang baik. Indeks tersebut diperlukan untuk menunjang produktivitas daerah yang terbentuk dari interaksi institusi, kebijakan dan kinerja dalam jangka panjang guna membangun ekonomi yang tangguh, lingkungan lestari, sosial inklusif dan tata kelola yang baik.

“Indeks sudah dirancang sejak 2020. Kita melihat indeks dan pengelolaan daya saing masih dalam taraf sedang. Diharapkan begitu dirilis, bisa jadi data pembangunan dan lihat aspek keberlanjutan. Hal ini bisa jadi acuan Bappenas dan jadi cerminan daerah, apakah sudah berjalan atau belum. Sementara bagi pelaku usaha, bisa jadi acuan untuk melihay mana potensi yang baik. Selain itu, investasi asing mengarah ke investasi berkelanjutan sheingga daerah perlu membangunn menjalankan kolaobratif untuk membangun daerah berkelanjutan,” paparnya.

Sementara itu Direktur Sistem Informasi Statistik, Badan Pusat Statistik Dr. Pudji Ismartini memaparkan mengenai pentingnya standarisasi data yang disertai dengan meta data. Fenomena yang terjadi di Tanah Air saat ini adalah belum selarasnya data-data yang ada sehingga satu sama lainnya tidak dapat diintegrasikan dan diinterpretasikan dengan makna yang sama.

“Untuk itu kita menerapkan empat prinsip, semua data harus berdasarkan standar, dan data harus disertai meta data, harus merujuk referensi yang sama,” tegasnya.

FOLLOW US