• News

Polisi Selidiki Dugaan Penyimpangan Dana Kecelakaan Lion Air Oleh ACT

Eko Budhiarto | Sabtu, 09/07/2022 17:15 WIB
Polisi Selidiki Dugaan Penyimpangan Dana Kecelakaan Lion Air Oleh ACT Ilustrasi logo ACT

JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menyelidiki dugaan penyimpangan dana bantuan korban kecelakaan Lion Air 2018 oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Dana ini diduga disalahgunakan untuk kepentingan pribadi pengurus ACT.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan menyatakan, pengurus ACT yang diduga menyelewengkan dana bantuan korban kecelakaan Lion Air adalah mantan Presiden ACT Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar. Keduanya diduga menyalahgunakan sebagian dana sosial itu kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi.

“Bahwa pengurus Yayasan ACT dalam hal ini Saudara Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua pengurus dan pembina serta Saudara Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing,” kata Ahmad kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (9/7/2022).

Ahmad menambahkan, dana bantuan sosial tersebut berasal dari pihak pabrik pesawat Boeing.

Menurut dia, kedua pengurus ACT tersebut tidak pernah mengikutsertakan pihak ahli waris dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial. Di samping itu, juga tidak pernah memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial yang didapatkan dari pihak Boeing, serta penggunaan dana sosial tersebut yang merupakan tanggung jawabnya.

Penyidik telah meminta keterangan Ahyudin dan Ibnu Khajar pada Jumat (8/7/2022). Dari hasil pemeriksaan diperoleh fakta, ACT menerima dana dari Boeing untuk disalurkan kepada korban sebagai dana sosial sebesar Rp138 miliar. Pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi, yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris korban masing-masing sebesar Rp2,06 miliar serta bantuan nontunai berupa dalam bentuk dana sosial sebesar Rp2,06 miliar.

“Dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban, melainkan harus menggunakan lembaga atau yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing, salah satunya adalah lembaga harus bertaraf internasional,” ujar Ramadhan.

Kemudian, kata Ramadhan, pihak Boeing menunjuk ACT atas rekomendasi ahli waris korban untuk mengelola dana sosial tersebut. Yakni digunakan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban.

Namun, lanjut dia, pihak ACT tidak memberitahukan realisasi jumlah dana sosial yang diterima dari pihak Boeing kepada ahli waris korban, termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh ACT.

“Diduga ACT tidak merealisasikan seluruh dana sosial tersebut, melainkan sebagian dana sosial tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staf dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan kepentingan pribadi Ahyudin dan wakil ketua pengurus,” kata Ramadhan.

Ramadhan menyebutkan kasus ini masih dalam penyelidikan. Penyidik mengusut dugaan pelanggaran Pasal 372 juncto 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

 

FOLLOW US