• News

Zelensky Ingin Ukraina Segera Jadi Anggota Uni Eropa

Tri Umardini | Sabtu, 07/05/2022 11:30 WIB
Zelensky Ingin Ukraina Segera Jadi Anggota Uni Eropa Zelensky Ingin Ukraina Segera Jadi Anggota Uni Eropa. (FOTO: GETTY IMAGES)

JAKARTA - Setelah beberapa kali meminta bantuan senjata pada Amerika Serikat dan Barat, kini Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky minta keanggotaan Uni Eropa  untuk Ukraina lewat `jalur cepat`.

Zelensky ingin Ukraina segera menyandang status anggota Uni Eropa.

Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa Ukraina harus segera bergabung dengan Uni Eropa (UE).

Pernyataan ini ia sampaikan melalui tautan video dalam Konferensi Donor Internasional Tingkat Tinggi untuk Ukraina yang diadakan di Warsawa, Polandia pada Kamis kemarin.

Dikutip dari laman Ukrinform, Jumat (6/5/2022), ia menyerukan pemberian status kandidat Ukraina di bawah prosedur jalur cepat, di tengah perang yang sedang berlangsung.

"Keanggotaan Ukraina di Uni Eropa harus menjadi kenyataan, bukan janji maupun prospek semata," kata Zelensky.

Zelensky kemudian menekankan bahwa Ukraina siap untuk langkah-langkah ini.

"Ukraina perlu bergerak cepat menuju Uni Eropa, mendapatkan status calon, yang harus diberikan sekarang, di masa perang, di bawah prosedur khusus yang dipercepat," tegas Zelensky.

Sebelumnya, Konferensi Donor Internasional Tingkat Tinggi untuk Ukraina berlangsung di Warsawa, Polandia pada Kamis kemarin.

Konferensi ini diprakarsai oleh Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki dan Perdana Menteri Swedia Magdalena Andersson serta mengangkat tema mengenai dana untuk kebutuhan kemanusiaan yang meningkat di Ukraina.

Dengan demikian, Polandia dan Swedia berusaha untuk memobilisasi janji substansial untuk mendukung respon kemanusiaan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di Ukraina dan membahas langkah-langkah lebih lanjut demi mendukung upaya Ukraina dalam menangani tantangan ekonomi yang diciptakan oleh perang.

Sementara itu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel pun terlibat sebagai mitra dalam konferensi itu.

Menurut PBB, 13 juta orang di Ukraina membutuhkan bantuan kemanusiaan dasar seperti perumahan, makanan, dan obat-obatan.

Oleh karena itu, menurut Kantor Perdana Menteri Polandia, perlu segera memobilisasi bantuan internasional ke Ukraina, yang hanya mencakup kurang dari 15 persen dari kebutuhan yang ada saat ini.

Jumlah pengungsi dari Ukraina yang terpaksa meninggalkan rumah mereka dan pindah ke luar negeri akibat invasi Rusia pun kini telah melampaui angka 5,6 juta.

Penyebab Ukraina Tolak Tawaran Damai dengan Rusia

Perjanjian damai telah disodorkan, namun pihak Ukraina dikabarkan menolak tawaran tersebut.

Dengan kondisi tersebut, maka Rusia tidak akan berhenti membombardir Ukraina.

Ukraina yang diprediksi tak bisa mengalahkan Rusia justru enggan untuk berdamai.

Lantas, apa penyebab pihak Ukraina menolak tawaran damai tersebut?

Padahal warganya tersiksa dengan perang yang tak kunjung berakhir.

Menurut surat kabar Rusia RT, Alexey Danilov, Sekretaris Dewan Keamanan Ukraina menyatakan bahwa, alih-alih menandatangani perjanjian damai, satu-satunya dokumen yang akan ditandatangani Kiev dengan Moskow adalah perjanjian yang akan diserahkan oleh tentara Rusia.

"Untuk Rusia, kami hanya bisa menandatangani satu perjanjian. Itu adalah komitmen Rusia untuk menyerah. Semakin cepat mereka melakukannya, semakin bermanfaat bagi negara mereka," kata Alexey Danilov seperti dikutip RT di televisi Ukraina pada 3 Mei, dilansir dari Intisari Online.

Sebelumnya, Danilov mencatat bahwa Dewan Keamanan Ukraina memiliki pandangannya sendiri, dan bahwa pemerintah Volodymyr Zelenskyy yang bertanggung jawab untuk menangani negosiasi dengan Rusia.

"Kami punya pandangan sendiri. Presiden tahu posisi kami dalam hal ini," kata Danilo.

Seraya menambahkan bahwa dia yakin Presiden Volodymyr Zelenskyy tidak akan mengambil tindakan "yang melanggar konstitusi Ukraina", yang akan menjamin integritas wilayah negara Ukraina dan aspirasi untuk bergabung dengan NATO.

Mengomentari pernyataan Danilov, penasihat dekat Presiden Volodymyr Zelenskyy, Alexey Arestovich, mengatakan.

"Dia tidak hanya membuat pernyataan seperti itu. Dia adalah pejabat dengan pangkat tertinggi. Itu benar-benar kenyataan," katanya.

"Tidak akan ada kesepakatan damai dengan Rusia. Hanya ada penyerahan Rusia," tambah Alexey Arestovich.

Pada 3 Mei, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, mengatakan bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy tidak membutuhkan solusi damai.

"Volodymyr Zelenskyy tidak membutuhkan perjanjian damai. Baginya, perdamaian adalah akhir," kata Medvedev, menjelaskan bahwa menerima perjanjian damai berarti Volodymyr Zelenskyy akan tersingkir oleh "fasis" di Ukraina, atau akan kehilangan posisinya. Posisi presiden di tangan pesaing karena dianggap sebagai "pecundang".

"Itu sebabnya penasihat Volodymyr Zelenskyy berkata, "Tidak akan ada kesepakatan damai," kata Medvedev.

"Di masa depan, Volodymyr Zelenskyy akan terus meminta bantuan dan senjata Barat. Dia mencoba membuktikan bahwa dia masih layak untuk dimainkan, bahwa dia adalah harapan `dunia bebas`, benteng terakhir di Eropa," kata Medvedev.

Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin, berbicara dalam panggilan telepon dengan Presiden Prancis Emmanuele Macron.

Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan bahwa Moskow selalu siap untuk bernegosiasi.

Meskipun Kiev belum menunjukkan persiapan serius bagi kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan.

Selama panggilan telepon dua jam, Putin memberi selamat kepada Macron atas terpilihnya kembali sebagai presiden Prancis.

Dia juga memberi tahu dia tentang situasi di Ukraina, termasuk masalah evakuasi warga sipil di pabrik baja Azovstal.

Putin mengatakan Barat telah "mengabaikan kekejaman yang dilakukan oleh tentara Ukraina, termasuk menembaki kota-kota di wilayah Donbass, yang mengakibatkan korban sipil".

"Barat dapat membantu mengakhiri kejahatan ini dengan mempengaruhi Kiev dan menghentikan dukungan senjata ke Ukraina," kata Putin, menurut sebuah pernyataan dari Kremlin.

Presiden Prancis Macron telah memperingatkan Barat untuk berhati-hati saat mengirim senjata ke Ukraina karena akan memperpanjang konflik.

Moskow menegaskan bahwa senjata asing yang dikirim ke Ukraina adalah target yang harus dihancurkan.

Putin menegaskan bahwa Rusia masih siap untuk bernegosiasi dengan Ukraina, meskipun sikap Kiev "tidak konsisten dan tidak serius".

Sementara itu, Ukraina menyalahkan Rusia atas kebuntuan dalam negosiasi.

Menurut pernyataan dari Kremlin, Macron menyatakan keprihatinannya kepada Rusia tentang keamanan pangan global.

Pemimpin Prancis itu mengatakan konflik Ukraina telah menyebabkan krisis pangan yang serius.

Putin percaya bahwa masalahnya terletak pada sanksi Barat.

Macron adalah pemimpin Barat yang langka yang tetap berhubungan dengan Putin sejak konflik pecah di Ukraina.

Namun, Macron juga menyerukan sanksi yang lebih kuat terhadap Rusia, termasuk sanksi yang terkait dengan sektor energi Rusia. (*)

 

FOLLOW US