• News

Pemberontak Thailand Mengaku Bertanggung Jawab atas Pemboman Ramadan

Yati Maulana | Minggu, 17/04/2022 13:10 WIB
Pemberontak Thailand Mengaku Bertanggung Jawab atas Pemboman Ramadan Pemberontak Thailand mengaku bertanggung jawab atas pengeboman Ramadan yang melanggar kesepakatan. Foto: Reuters

JAKARTA - Pemberontak Thailand yang dikesampingkan dari pembicaraan damai, Sabtu, mengaku bertanggung jawab atas pemboman mematikan di negara bagian selatan yang melanggar liburan Ramadan yang disepakati antara kelompok pemberontak utama dan pemerintah.

Dua ledakan pada hari Jumat, yang menewaskan seorang warga sipil dan melukai tiga polisi, dilakukan oleh "G5", sebuah kelompok militan Organisasi Pembebasan Bersatu Patani (PULO), presidennya, Kasturi Mahkota, mengatakan kepada Reuters.

Lebih dari 7.300 orang telah tewas sejak 2004 dalam pertempuran antara pemerintah dan kelompok-kelompok bayangan yang mencari kemerdekaan untuk provinsi-provinsi Melayu-Muslim Narathiwat, Yala, Pattani dan sebagian Songkhla. Daerah itu merupakan bagian dari kesultanan Patani yang dicaplok Thailand dalam perjanjian tahun 1909 dengan Inggris.

Mahkota mengatakan melalui telepon bahwa ledakan di provinsi Pattani merupakan "bisnis seperti biasa" bagi PULO, tidak termasuk dalam pembicaraan antara pemerintah dan Barisan Revolusi Nasional (BRN), yang sepakat dua minggu lalu untuk menghentikan kekerasan selama bulan suci Ramadan hingga 14 Mei.

Seorang juru bicara pasukan keamanan Thailand di selatan, Kolonel Kiatisak Neewong, mengatakan tanpa menyebut nama PULO bahwa sebuah kelompok yang tidak termasuk dalam pembicaraan damai kemungkinan bertanggung jawab atas pemboman yang bertujuan mengganggu gencatan senjata Ramadhan.

Tim Thailand pada pembicaraan damai dan BRN menolak berkomentar.

"Pembicaraan tidak cukup inklusif dan berlangsung terlalu cepat," kata Kasturi, yang kelompoknya menolak kesepakatan yang akan mengesampingkan kemungkinan kemerdekaan dari Thailand yang mayoritas beragama Buddha.

Pembicaraan tersebut mencari solusi politik untuk konflik selama beberapa dekade di bawah kerangka konstitusi Thailand. Pembicaraan sering terganggu sejak awal 2013. Putaran terakhir dimulai pada 2019.

FOLLOW US