• News

Parlemen Sri Lanka Agendakan Pertemuan saat Presiden di Bawah Tekanan

Yati Maulana | Selasa, 05/04/2022 17:25 WIB
Parlemen Sri Lanka Agendakan Pertemuan saat Presiden di Bawah Tekanan Orang-orang meneriakkan slogan-slogan menentang Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa dan menuntut agar politisi keluarga Rajapaksa mundur. Foto: Reuters

JAKARTA - Parlemen Sri Lanka akan bertemu pada hari ini setelah Presiden Gotabaya Rajapaksa membubarkan kabinetnya dan berusaha membentuk pemerintah persatuan untuk menemukan jalan keluar dari krisis ekonomi terburuk negara pulau itu dalam beberapa dasawarsa dan memadamkan kemarahan publik.

Negara berpenduduk 22 juta orang itu menderita kekurangan pangan, bahan bakar, dan pemadaman listrik berkepanjangan yang berlangsung hingga 13 jam, dipicu oleh kurangnya devisa yang menghambat impor.

Partai-partai oposisi dan bahkan anggota aliansi penguasa Rajapaksa menolak langkah untuk pemerintah persatuan, menyiapkan panggung untuk ujian kekuatan di parlemen. "Anda bisa melihat komposisi parlemen berubah hari ini," kata pengacara Luwie Niranjan Ganeshanathan, yang berspesialisasi dalam masalah konstitusional.

Dalam gelombang demonstrasi spontan yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh Sri Lanka, termasuk pertemuan besar di ibukota komersial Kolombo, pengunjuk rasa telah menyerukan Rajapaksa dan anggota keluarga penguasanya yang berkuasa untuk mengundurkan diri. Saudaranya, Mahinda Rajapaksa, adalah perdana menteri.

“Banyak orang sulit mendapatkan makanan. Anda harus mengantri untuk mendapatkan bensin dan susu bubuk. Antrian untuk semuanya,” kata Upali Karunatilake, 54, seorang sopir van sekolah. "Bahkan anak-anak kecil mengatakan bahwa Gotabaya (presiden) harus disingkirkan," kata Karunatilake.

Koalisi penguasa Sri Lanka memenangkan 145 dari 225 kursi dalam pemilihan parlemen terakhir. Namun, beberapa dari 11 mitra koalisi yang secara kolektif memegang 30 kursi telah mengindikasikan bahwa mereka akan duduk secara independen di parlemen.

"Jika pemerintah kehilangan mayoritasnya, Anda bisa melihat oposisi melakukan mosi tidak percaya, tetapi ada prosedur parlemen yang berjalan terlebih dahulu dan tidak mungkin terjadi segera," kata Ganeshanathan.

Jika mosi tidak percaya diadopsi, maka presiden dapat menunjuk perdana menteri baru, katanya. Atau, jika pemerintah kehilangan mayoritasnya, oposisi juga dapat mengajukan resolusi untuk membubarkan parlemen dan menyerukan pemilihan cepat, Ganeshanathan menambahkan.

FOLLOW US