• Gaya Hidup

Bruce Willis Didiagnosis Aphasia, Kenali Gejala, Jenis, Penyebab & Cara Menghindari Penyakit Ini

Tri Umardini | Kamis, 31/03/2022 12:01 WIB
Bruce Willis Didiagnosis Aphasia, Kenali Gejala, Jenis, Penyebab & Cara Menghindari Penyakit Ini Ilustrasi penyakit Aphasia. FOTO: SCIENCE DAILY

JAKARTA - Aktor Bruce Willis baru saja mengumumkan dirinya didiagnosis Aphasia atau Afasia.

Imbasnya, Bruce Willis terpaksa harus mundur dari dunia akting yang telah dijalaninya selama puluhan tahun.

Apa sebenarnya Aphasia atau Afasia?

Otak adalah organ vital dalam tubuh manusia. Fungsi otak sebagai sistem saraf pusat mengontrol semua hal yang terjadi pada tubuh, termasuk pikiran, ucapan, ingatan, perasaan, pergerakan, pendengaran, penglihatan, dan kerja organ.

Jika terjadi kerusakan atau gangguan pada otak, kemampuan manusia akan hal-hal tersebut menjadi berkurang. Dari sekian banyak kondisi akibat kerusakan otak, afasia adalah salah satunya.

Apa itu Aphasia atau Afasia?

Afasia adalah kondisi ketika seseorang mengalami gangguan dalam berkomunikasi. Hal ini umumnya memengaruhi kemampuan bahasa, bicara, membaca, atau menulis.

Gangguan ini umumnya terjadi karena kerusakan pada otak. Kerusakan bisa terjadi secara tiba-tiba, seperti stroke atau cedera kepala.

Namun, kondisi ini juga bisa muncul secara bertahap karena pertumbuhan dan perkembangan penyakit pada otak yang lambat atau progresif.

Adapun tingkat keparahan kondisi ini bisa beragam. Seseorang bisa mengalami Afasia sangat ringan, yang hanya memengaruhi satu aspek komunikasi, seperti sulit menyebutkan nama objek, menggabungkan kata-kata menjadi kalimat, atau kemampuan membaca.

Namun, kondisi ini juga bisa sangat parah sehingga hampir tidak mungkin melakukan komunikasi dengan penderitanya.

Gangguan komunikasi ini bisa terjadi pada siapapun tanpa memandang usia. Meski demikian, Afasia lebih sering terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun, karena risiko stroke dan penyakit sistem saraf progresif cenderung memengaruhi orang dewasa yang lebih tua.

Apa saja tanda-tanda dan gejala Afasia?

Mayo Clinic menyebut, Afasia merupakan salah satu gejala dari kondisi medis lainnya, seperti stroke atau tumor otak. Umumnya, seseorang yang mengalami gangguan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Berbicara dalam kalimat pendek atau tidak lengkap.
Bicara dengan kalimat yang tidak masuk akal.
Penguncapan kata-kata yang tidak dapat dikenali.
Tidak memahami pembicaraan orang lain.
Penulisan kalimat yang tidak masuk akal.
Salah dalam merangkai kata, baik lisan maupun verbal.
Gejala-gejala tersebut dapat terjadi dengan sendirinya atau bersamaan dengan gangguan lain, seperti masalah penglihatan, kesulitan bergerak atau mobilitas, anggota badan yang melemah, serta gangguan memori atau kemampuan berpikir.

Apa saja jenis-jenis atau pola Afasia?
Gejala kondisi ini umumnya berbeda pada setiap orang. Berdasarkan perbedaan gejala tersebut, terdapat beberapa jenis atau pola afasia yang umum terjadi, yaitu:

Broca’s Aphasia

Broca’s Aphasia atau expressive aphasia sering disebut afasia tidak lancar. Pasalnya, seseorang dengan kondisi ini sulit mengucapkan kata-kata atau bicara dengan kalimat pendek, meski dapat memahami apa yang orang lain katakan.

Seseorang dengan pola ini menyadari kesulitannya dalam berkomunikasi, sehingga sering merasa frustasi. Ia pun mungkin mengalami kelumpuhan atau kelemahan di tubuh bagian kanan.

Wernicke Aphasia

Jenis ini sering disebut dengan afasia lancar, karena penderitanya dapat berbicara dengan mudah dalam kalimat yang panjang.

Hanya saja, kalimat yang ia ucapkan umumnya rumit, tidak masuk akal, atau menggunakan kata-kata yang tidak dikenali, tidak perlu, atau salah. Seseorang dengan pola ini pun sering tidak menyadari bahwa orang lain tak dapat memahaminya.

Global Aphasia
Ini merupakan jenis yang paling parah. Pada pola ini, penderitanya tidak dapat memahami apa yang orang lain katakan dan sulit untuk merangkai kata.

Ia pun cenderung tidak dapat menulis atau membaca. Biasanya, jenis global terjadi akibat kerusakan yang luas pada jaringan otak.

Anomic Aphasia
Pada jenis ini, penderitanya dapat memahami ucapan dengan baik, termasuk membaca. Namun, ia sulit menemukan kata-kata untuk ditulis atau diucap.

Primary progressive Aphasia

Sesuai namanya, gangguan komunikasi pada jenis ini terjadi secara perlahan dan progresif. Awalnya, penderita jenis Afasia ini mengalami masalah bicara dan bahasa, kemudian berkembang ke masalah lainnya, seperti hilang ingatan.

Biasanya, kondisi ini terjadi karena gangguan sistem saraf degeneratif, seperti penyakit Alzheimer.

Apa penyebab Afasia?

Penyebab dari Afasia adalah kerusakan pada bagian otak yang bertanggung jawab untuk memahami dan memproduksi bahasa.

Biasanya, kerusakan otak ini terjadi karena beberapa hal, seperti:

stroke,
cedera kepala yang parah,
tumor otak,
kondisi neurologis progresif yang menyebabkan kerusakan otak dan sistem saraf seiring waktu, seperti demensia,
infeksi pada otak.
Terkadang, gangguan komunikasi ini bisa terjadi sementara. Ini umumnya disebabkan oleh migrain, kejang, atau stroke ringan (transient ischemic attack/TIA).

Bagaimana dokter mendiagnosis kondisi ini?

Dokter umumnya dapat mendiagnosis afasia dengan memberikan tes atau observasi untuk menilai kemampuan komunikasi dan bahasa seseorang.

Tes ini biasanya melibatkan latihan sederhana, seperti meminta seseorang untuk menyebutkan benda-benda di dalam ruangan, mengulang kata dan kalimat, menjawab beberapa pertanyaan tentang sesuatu yang dibaca atau didengar, serta membaca dan menulis.

Selain itu, dokter juga mungkin akan melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis serta meminta Anda untuk melakukan tes pencitraan, seperti MRI atau CT scan.

Tes-tes tersebut dapat membantu dokter menemukan kerusakan pada otak yang menjadi penyebab dari gangguan komunikasi ini.

Apa saja pilihan pengobatan untuk Afasia?
Seseorang yang mengalami Afasia sangat ringan dan dengan kerusakan otak yang kecil umumnya tidak membutuhkan pengobatan.

Namun, pada penderita gangguan komunikasi yang cukup parah, ada beberapa cara pengobatan yang umum dokter rekomendasikan. Berikut adalah beberapa prosedur medis untuk mengobati Afasia.

Terapi wicara dan bahasa
Jenis pengobatan ini bertujuan untuk membantu memulihkan kemampuan komunikasi Anda serta menemukan cara atau metode komunikasi alternatif.

Anda mungkin akan menerima terapi secara individu atau kelompok, tergantung kebutuhan. Penggunaan komputer untuk terapi pun mungkin bermanfaat untuk mempelajari kata dan bunyi kata.

Obat-obatan
Obat-obatan untuk meningkatkan aliran darah ke otak, meningkatkan kemampuan pemulihan otak, atau menggantikan bahan kimia otak yang habis (neurotransmitter), mungkin bisa bermanfaat untuk mengatasi kondisi ini. Sebagai contoh memantine (Namenda) dan piracetam.

Meski demikian, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memastikan efektivitas obat tersebut.

Brain stimulation

Selain obat, pengobatan lain, seperti brain stimulation atau stimulasi otak, juga sedang dipelajari untuk bisa membantu mengatasi gangguan ini.

Meski demikian, belum ada penelitian jangka panjang mengenai metode stimulasi otak dan dampaknya pada afasia.

Selain tiga jenis pengobatan di atas, Anda mungkin membutuhkan pengobatan lain untuk mengatasi kerusakan otak yang menyebabkan gangguan komunikasi ini. Konsultasikan dengan dokter untuk jenis pengobatan yang tepat.

Adakah komplikasi yang mungkin muncul dari kondisi ini?

Komunikasi merupakan hal penting dalam kehidupan. Bila komunikasi mengalami gangguan, kehidupan sehari-hari Anda pun bisa terganggu. Ini termasuk soal pekerjaan, hubungan sosial, dan kehidupan sehari-hari lainnya.

Tak hanya itu, afasia juga bisa mengganggu kesehatan mental bila terus menerus terjadi. Sebagai contoh, timbul rasa malu dan terisolasi hingga bisa menimbulkan depresi.

Apakah Afasia bisa dicegah?
Tidak ada cara tertentu yang dapat mencegah afasia. Meski demikian, Anda bisa mengurangi kemungkinan terkena gangguan ini dengan menghindari berbagai faktor yang dapat menyebabkan kerusakan otak.

Adapun hal utama untuk menghindari berbagai penyakit yang terkait dengan otak adalah menerapkan pola hidup sehat, seperti:

rutin berolahraga,
menjaga berat badan ideal,
mengonsumsi makanan untuk otak yang sehat,
membatasi konsumsi alkohol,
menjaga kadar gula darah,
menjaga tekanan darah normal dan kadar kolesterol,
berhenti merokok, serta
tidur yang cukup. (*)

FOLLOW US