• Hiburan

Turning Red Tampilkan Metafora Komedi Pubertas Remaja, Kisah Nyata Emosional Sutradara Domee Shi

Tri Umardini | Sabtu, 12/03/2022 16:59 WIB
Turning Red Tampilkan Metafora Komedi Pubertas Remaja, Kisah Nyata Emosional Sutradara Domee Shi Film animasi Turning Red. FOTO: DISNEY/PIXAR

JAKARTA - Pixar dan Disney baru saja merilis film animasi Turning Red yang tayang di Disney+ pada 11 Maret 2022.

Turning Red menunjukkan kekuatan film yang menjadi spesifik secara budaya dan dapat dikaitkan secara universal.

Cerita berkisar pada Meilin Lee (Rosalie Chiang), remaja berusia 13 tahun berdarah Asia-Kanada.

Ia memiliki masalah jika sedang marah Mei akan berubah menjadi panda merah raksasa. Hal ini berhubungan dengan hubungan mistik nenek moyang Tiongkok dengan hewan tersebut.

Kondisi Meilin atau yang akrab disapa Mei ini cukup unik sebab tidak ada anak lain yang mengalaminya.

Film ini menyoroti pentingnya mengontrol emosi ketika marah dan bagaimana amarah bisa mengubah seseorang menjadi sosok lain.

Mei adalah sosok remaja perempuan penuh percaya diri dan unik. Ia kerap menghabiskan sebagian besar waktunya bersama dengan gengnya. Mei juga mengidolakan boy band.

Kepribadiannya yang ceria ketika bersama dengan temannya juga dilengkapi dengan kemampuan akademiknya yang cemerlang di sekolah. Nilai Mei selalu berada di atas rata-rata.

Mei juga sosok anak remaja perempuan yang dekat dengan keluarganya.

Sekilas, kepribadian dan kehidupan Mei sangatlah sempurna, hingga semuanya tahu bahwa kehidupan remaja tidaklah seperti itu.

Namun ketika Mei marah, ia akan lebih tinggi, lapar, dan emosional, bahkan berubah menjadi seekor panda raksasa.

Satu-satunya cara untuk mengubah fisiknya menjadi anak remaja perempuan normal adalah dengan menarik nafas, mencoba lebih tenang, dan mengontrol emosinya.

Film ini menampilkan sisi lain kehidupan remaja yang bagi banyak orang menjadi masa-masa paling tak terlupakan.

Sisi kehidupan remaja di film ini ditunjukkan penuh dengan konflik dan dilema yang membawa perubahan besar pada seorang anak remaja.


Sutradara dan penulis Turning Red, Domee Shi mendasarkan akar cerita (selain transformasi yang terinspirasi oleh Teen Wolf) pada dirinya sendiri saat menjalani masa remaja di Toronto tahun 2000-an.

“Saya adalah gadis Kanada-Cina berusia 13 tahun yang norak dan kutu buku yang tumbuh di Toronto,” ujar Domee Shi.

Dia menambahkan, ada momen khusus dalam hidupnya di mana ia berubah dari gadis kecil yang manis kesayangan ibunya tiba-tiba menjadi binatang buas berbulu yang mengamuk.

“Saya ingin kembali ke masa lalu dan membongkar apa yang terjadi selama masa pubertas itu, dan menganalisisnya dari sudut pandang Mei, dari anak itu,” ujar Domee Shi.

Tetapi ia juga melihat dari sudut pandang ibunya, yang saat itu ia berpikir sang ibu adalah penjahat yang menindas dan bersikap tak adil.

“Ketika menjadi dewasa, saya ingin memahaminya secara mendalam,” kata Domee Shi dalam sebuah wawancara virtual dengan yahoo entertaintment bersama produser Turning Red, Lindsey Collins.

Turning Red merupakan film pertama Pixar yang berpusat di sekitar keluarga Cina-Kanada. Selain itu juga film pertama yang disutradarai wanita dan film pertama studio animasi yang mewakili metafora yang jelas untuk pubertas.

Selain gaya komedi di film Turning Red, film animasi ini juga menjelajahi persoalan budaya khususnya tentang anak Asia, keluarga imigran di Kanada.

Menurut Domee Shi, Mei adalah anak yang mencintai keluarga dan budayanya dengan merawat kuil Cina di sebelah rumah mereka. Tetapi begitu tumbuh remaja, Mei terobsesi dengan boy band dan budaya Barat yang membuat dia sedikit ‘gegar budaya’.

"Perjuangan khusus itu, saya pikir, berbeda dari banyak jenis cerita dewasa Barat. Saya pikir untuk banyak anak Asia seperti saya, jawabannya tidak benar-benar hitam dan putih. Ini tidak seperti memilih ini atau itu, seperti menghormati orangtua atau diri Anda sendiri. Anda ingin melakukan keduanya, tetapi ada tragedi di mana Anda tidak bisa, atau bahwa akan selalu ada dorongan dan tarikan ini selama sisa hidup Anda,” tutur Domee Shi.

Menurut Domee Shi, ada satu momen paling mengharukan saat Mei yang saat itu berubah menjadi panda merah ingin meninggalkan kuil. Namun sang ibu, ayah, nenek, dan semua bibinya mencoba membawa Mei kembali.

“Penggambaran itu masih membuat saya emosional karena saya merasa setiap generasi harus melalui ini,” kata Domee Shi.

Secara khusus dari perspektif Asia, itu adalah gambaran yang indah dari orang-orang yang paling mencintai dan yang dicintai. Menginginkan yang terbaik dan ingin sang anak tetap bersama keluarga.

“Perlu keberanian memutuskan untuk menjadi diri Anda sendiri. Dan di dalamnya juga menciptakan budaya baru. Itu salah satu gambar favorit saya,” kata Domee Shi. (*)

FOLLOW US