• Info MPR

Kembali ke Konsep Pendidikan Berkarakter Untuk Mencetak SDM Yang Mahir

Akhyar Zein | Sabtu, 15/01/2022 20:50 WIB
Kembali ke Konsep Pendidikan Berkarakter Untuk Mencetak SDM Yang Mahir Sekretaris Jenderal MPR Maruf Cahyono ketika menjadi narasumber kuliah umum di Pondok Pesantren Modern Zam Zam, Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah, 7 Januari 2022 (foto: Humas MPR)

JAKARTA - Kehadiran Sekretaris Jenderal (Sesjen) MPR Dr. Ma’ruf Cahyono SH., MH., di Pondok Pesantren Modern Zam Zam, Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah, 7 Januari 2022, disambut hangat oleh pimpinan dan santri pondok pesantren.

Kehadiran Ma’ruf Cahyono ke pondok pesantren untuk menjadi narasumber kuliah umum dengan tema ‘Mewujudkan Sumber Daya Manusia Unggul Melalui Pendidikan Berkarakter dan Berdaya Saing’.

“Saya merasa bangga dan senang bisa bertemu dengan pimpinan dan santri di pondok pesantren kebanggaan masyarakat Banyumas,” ujar alumni Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (FH Unsoed) itu. Ma’ruf Cahyono merasa senang bisa memenuhi undangan dari pihak pondok pesantren.

“Syukur saya dapat undangan sehingga sekaligus bisa bersilaturahmi dengan pimpinan dan santri di pondok pesantren ini,” tambahnya.

Di hadapan peserta studium general, pria asal Banyumas itu mengatakan tujuan pembangunan Indonesia menurut RPJPN 2005-2025 adalah mewujudkan masyarakat yang kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila.

“Juga mewujudkan bangsa yang berdaya saing untuk mencapai masyarakat makmur dan sejahtera,” paparnya. Sebagai bagian dari banga-bangsa dunia, tujuan pembangunan yang ada juga sebagai upaya meningkatkan peran Indonesia dalam konteks pergaulan di tingkat dunia.

Ma’ruf Cahyono mengakui tidak mudah menghela pembangunan Indonesia. Menurutnya banyak tantangan yang mesti segera dituntaskan. Diungkapkan, tantangan yang ada itu seperti produktifitas tenaga kerja yang rendah. Mengutip data Asian Productivity Organization tahun 2018, memperlihatkan tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia masih berada di bawah rata-rata negara Asia Tenggara.

Tak hanya itu, rendahnya tingkat pendidikan juga menjadi tantangan pembangunan. Diungkapkan, pekerja Indonesia didominasi oleh orang-orang yang berpendidikan rendah dengan 37,69 persen merupakan lulusan SD. “Sedang lulusan perguruan tinggi hanya kisaran 12,82 persen,” ujarnya.

Salah satu penyebab utama rendahnya kualitas SDM Indonesia ialah karena rendahnya kualitas pendidikan. Hal ini terlihat dari posisi Indonesia dalam Education Index yang dirilis Human Development Reports 2017. Dimana kualitas pendidikan Indonesia hanya menempati peringkat ketujuh di antara negara-negara ASEAN. Indeks ini dihitung berdasarkan lamanya rata-rata waktu pendidikan dari orang Indonesia.

Ditambahkan, survei PISA yang dilakukan kepada 78 negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) ini memperlihatkan bahwa tingkat kemampuan siswa Indonesia berumur 15 tahun dalam membaca, matematika, dan sains menempati peringkat 10 terbawah dari negara-negara yang disurvei. Dengan rincian, membaca di peringkat ke 74, matematika di peringkat 73, dan sains di peringkat 71.

Sebagai masyarakat yang tidak lepas dari kemajuan teknologi informasi, disrupsi teknologi juga menjadi salah satu tantangan pembangunan. Dipaparkan disrupsi teknologi menyebabkan banyak lapangan kerja beralih ke digitalisasi. Hal demikian berpotensi mengurangi 56 persen lapangan kerja di dunia. “Kondisi ini dapat berakibat buruk bagi pekerja Indonesia yang mayoritas berasal dari tingkat pendidikan yang rendah,” ujarnya.

Dimasa ini dan yang akan datang, kemajuan teknologi yang membawa revolusi industry 4.0 – yang menekankan peran internet dan otomatisasi teknologi dalam proses produksi – diprediksi akan membawa tantangan-tantangan baru baru bagi SDM Indonesia. “Revolusi ini juga diprediksi akan menciptakan 3,7 juta lapangan kerja baru sekaligus mengurangi 62,7 juta lapangan kerja tradisional di Indonesia,” ujarnya.

Menurut Ma’ruf Cahyono, kemahiran yang dibutuhkan SDM Indonesia di masa depan adalah, kemampuan menyelesaikan masalah kompleks, berpikir kritis, kreatif dan inovatif, cerdas secara emosi, kemampuan berkoordinasi dengan orang lain, mampu bernegosiasi, dan mampu mengambil keputusan sendiri saat dibutuhkan.

Untuk menjawab tantangan tersebut, kuncinya adalah dengan mengembalikan konsep pendidikan Indonesia ke arah pendidikan berkarakter, yaitu pendidikan yang tidak hanya meningkatkan kecerdasan tetapi juga meningkatkan attitude atau kepribadian seseorang.

Pendidikan berkarakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan mengiternalkan nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil, “di mana tujuan pendidikan karakter adalah meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah melalui pembentukan karakter peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai standar lulusan,” paparnya.
 
Terkait pendidikan berkarakter, Ma’ruf Cahyono mengutip tokoh pendidikan nasional yang sekaligus pendiri Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara. Dikatakan oleh Ki Hadjar Dewantara, pendidikan ialah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup tumbuhnya  jiwa raga anak agar dalam kodrat pribadinya serta pengaruh lingkungannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah adab kemanusiaan.

FOLLOW US