• News

Berencana Gelar FGD, DPD Usung Empat Agenda Perubahan Konstitusi

Yahya Sukamdani | Rabu, 15/09/2021 23:43 WIB
Berencana Gelar FGD, DPD Usung Empat Agenda Perubahan Konstitusi Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

JAKARTADPD RI mengusung sediktinya tiga agenda perubahan konstitusi yang akan dilakukan dalam empat sesi kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di berbagai daerah pada Oktober mendatang.

FGD akan dilaksanakan sebanyak empat kali. Untuk Wilayah Barat I akan diselenggarakan di Universitas Andalas, Wilayah Barat II di Universitas Diponegoro, Wilayah Timur I di Universitas Hasanuddin, dan Wilayah Timur II di Universitas Sam Ratulangi,” kata Ketua Tim Kajian Politik Ketatanegaraan DPD RI, Alirman Sori di Jakarta, Rabu (15/9/2021).

"Concern kita adalah amandemen. Ini adalah momentum untuk melakukan koreksi. Koreksi yang dimaksud adalah untuk menata kembali dinamika yang berkembang dan tidak tertampung dalam konstitusi. Salah satunya misalnya Presidential Threshold (PT) dengan syarat 20 persen," ujar dia.

Menurutnya, yang ditegaskan dalam konstitusi adalah capres-cawapres diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

"PT 20 persen sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu tidak diatur dalam konstitusi. Konstitusi hanya menegaskan bahwa capres-capres diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik," tegas Alirman.

Kemudian agenda penguatan DPD yang menurut Alirman adalah untuk kepentingan bangsa dan negara.

“Poin yang lainnya adalah soal GBHN," tutur dia.

Terakhir, agenda mengenai calon perseorangan. "Ini bukan isu baru, tapi wacana yang sudah lama berkembang. Ada desakan dari daerah agar putera-puteri terbaik bangsa ini yang tidak tertampung di partai politik bisa dicalonkan sebagai capres-cawapres melalui jalur perseorangan," jelas Alirman.

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memaparkan, amandemen ke-5 UUD 1945 untuk mengembalikan kembali hak bagi non-partisan untuk maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden.

Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan, akibat amandemen yang terjadi sejak tahun 1999 hingga 2002, DPD RI sebagai lembaga non-partisan menjadi kehilangan hak untuk mencalonkan pasangan capres-cawapres.

"Amandemen ke-5 UUD 1945 ini berupaya untuk memulihkan kembali hak DPD RI untuk mengajukan kandidat capres-cawapres yang dikebiri. Maka, hal-hal yang tidak sesuai dengan semangat kebangsaan sebagaimana falsafah Pancasila, harus kita benahi," ujar LaNyalla.

LaNyalla menegaskan, amandemen ke-5 UUD 1945 merupakan upaya untuk meluruskan arah perjalanan bangsa ini. Menurutnya, kekeliruan perjalanan bangsa tak boleh dibiarkan begitu saja. Sebaliknya, mengembalikan arah bangsa ini sesuai dengan semangat para pendiri bangsa harus terus diupayakan.

"Amandemen ke-5 UUD 1945 ini merupakan momentum untuk mengoreksi perjalanan bangsa ini. DPD RI ini adalah lembaga legislatif non-partisan yang memiliki akar legitimasi kuat. Sehingga hak DPD RI untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden adalah rasional,” tegas LaNyalla.

LaNyalla menilai perjalanan arah negara sudah melenceng dari cita-cita pendiri bangsa, dengan adanya ketimpangan pada amandemen konstitusi. LaNyalla pun menyebut perlu ada pembenahan atau koreksi atas hal itu.

LaNyalla juga menyinggung hasil survei Akar Rumput Strategis Consulting (ARSC) yang dirilis pada 22 Mei 2021 lalu. Dari hasil tersebut ditemukan bahwa 71,49 persen responden ingin calon presiden tidak harus dari kader partai.

Sementara itu hanya 28,51 persen saja yang menginginkan calon presiden dari kader partai. LaNyalla menilai hasil studi tersebut harus direspons dengan baik.

“Seharusnya DPD bisa menjadi saluran atas harapan 71,49 persen responden dari hasil survei ARSC yang menginginkan calon presiden tidak harus kader partai,” terangnya.

FOLLOW US