• News

Polemik TWK KPK, Ketua Umum Aji Katakan 3 Desakan ke Presiden Jokowi

Budi Wiryawan | Minggu, 05/09/2021 16:53 WIB
Polemik TWK KPK, Ketua Umum Aji Katakan 3 Desakan ke Presiden Jokowi Presiden Jokowi (foto: youtube Seretariat Presiden RI)

Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia sarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tuntaskan polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan tiga desakan kepada presiden itu, yakni Presiden Jokowi harus berpegang teguh pada komitmen awal dan membuktikannya dengan sikap konkret menengahi polemik TWK pegawai KPK.

Presiden Jokowi mengikuti rekomendasi Komnas HAM berupa tindakan korektif untuk mengangkat seluruh pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK.

Presiden Jokowi memerintahkan KPK untuk mengikuti rekomendasi Komnas HAM dan melaksanakan tindakan korektif yang diminta Ombudsman.

"Kami tak ingin ada sikap plin-plan, membuat publik kian tak percaya dengan janji pejabat negara," kata Sasmito dalam keterangan tertulis, Ahad (5/9/2021).

Sasmito menyatakan revisi Undang-Undang KPK tentu bukan keputusan yang akan dilupakan, maka jika tetap pula membiarkan pegawai KPK berintegritas disingkirkan, lengkap sudah rekam jejak kepemimpinan yang membuat pemberantasan korupsi di Indonesia runtuh.

Perwakilan 57 pegawai KPK berkunjung ke Kantor AJI Indonesia dalam agenda mendiskusikan temuan dua lembaga negara, yakni Ombudsman RI dan Komnas HAM RI yang menyebut ada pelbagai pelanggaran dan siasat penyingkiran pegawai KPK melalui pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK).

Lembaga pengawas pelayanan publik Ombudsman menemukan ada cacat administrasi berlapis, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan dalam proses pembentukan kebijakan, pelaksanaan TWK, serta penetapan hasil.

Temuan dan pendapat Ombudman RI merupakan pendapat hukum yang teruji, karena itu harus dipatuhi oleh lembaga pelayanan publik terlapor, yaitu KPK.

Sedangkan Komnas HAM mendapati proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui asesmen TWK diduga kuat merupakan bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu. Indikasi itu ditunjukkan di antaranya dengan adanya profiling lapangan terhadap sejumlah pegawai KPK.

Laporan setebal lebih dari 300 halaman itu, juga membeberkan temuan 11 bentuk dugaan pelanggaran HAM di antaranya pelanggaran terhadap hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak bebas dari diskriminasi ras dan etnis, hak atas rasa aman, hak atas privasi, hak atas informasi publik dan, hak atas kebebasan berpendapat.

Atas rentetan temuan itu, seharusnya tak ada lagi alasan bagi KPK untuk tidak mengangkat 75 (yang kemudian 50-an di antaranya dicap merah) pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara. Tapi pemimpin lembaga antirasuah memilih untuk mengabaikannya.

"Ketika hak asasi manusia disepelekan, hukum direndahkan dan ketidakadilan didiamkan, maka orang-orang patut bicara. Apalagi, mereka yang memiliki otoritas tertinggi," kata Sasmito menegaskan.

FOLLOW US