• News

Serikat Pekerja Surati Jokowi Minta Tidak Menaikkan Tarif Cukai Hasil Tembakau

Asrul | Kamis, 02/09/2021 16:06 WIB
Serikat Pekerja Surati Jokowi Minta Tidak Menaikkan Tarif Cukai Hasil Tembakau Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI), Sudarto saat menyampaikan konferensi perse di Jakarta, 2 September 2021. (Foto: Supianto/Jurnas.com)

Jakarta, katakini.com - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) menyurati Presiden Joko Widodo agar tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022, yang dinilai mengancam kelangsungan hidup dan kesejahteraan pekerja.

Ketua FSP RTMM-SPSI Sudarto mengatakan, langkah tersebut diambil setelah pihaknya mendengar, pemerintah berencana menaikkan target penerimaan CHT pada Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun 2022 sebesar 11,9% menjadi Rp 203,92 triliun.

Anggota RTMM SPSI sebagian besar adalah pekerja IHT, khususnya di pabrik sigaret kretek tangan (SKT). Maka itu, Sudarto meminta pemerintah tidak memberikan beban tambahan lagi berupa kenaikan tarif CHT yang akan berdampak langsung pada industri tempat mereka bekerja.

"Anggota kami sebagian besar adalah pekerja SKT yang sebagian kini terpaksa dirumahkan dengan penghasilan yang tidak optimal akibat pandemi," kata Sudarto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (2/9).

"Setiap kebijakan tarif CHT akan berdampak bagi sektor padat karya. Jangan mempersulit keadaan mereka. Kami akan dengan tegas menolak kebijakan kenaikan CHT yang menekan tenaga kerja," sambungnya.

Dia mengatakan, sejak tahun lalu ketika pemerintah menaikkan tarif CHT, pihaknya secara konsisten melakukan pemantauan terhadap kondisi tenaga kerja IHT. Berdasarkan pemantauan tersebut, RTMM berkesimpulan, kenaikan tarif CHT pada 2021 memperburuk keadaan.

Selama 10 tahun terakhir, kata Sudarto, SKT terus merosot tajam, padahal sektor ini padat karya yang menyerap tenaga kerja sangat banyak dari masyarakat dengan pendidikan yang terbatas.

"Kenaikan cukai rata-rata rokok mesin 12,5% pada tahun ini pun merupakan kenaikan yang sangat tinggi, sangat mencekik industri dan tenaga kerja apalagi di tengah situasi pandemi yang menyulitkan ini. Terjadi penurunan produksi yang cukup tinggi di golongan tertentu," ujarnya.

Sudarto berharap Jokowi memperhatikan 60% anggota serikat pekerja yang setiap tahun harus harap-harap cemas karena kenaikan tarif CHT. 

"Hampir setengahnya dari anggota kami yakni 153.144 orang merupakan pekerja yang menggantungkan hidupnya pada industri hasil tembakau, dan kami ingin menyampaikan kepada bapak Presiden bahwa kondisi riil yang dialami para anggota kami cukup sulit. Mohon nasib mereka lebih diperhatikan," jelas Sudarto.

Dia menjelaskan, setiap tahun para pekerja IHT harus mengalami ketidakpastian terkait kelangsungan kerja dan penurunan kesejahteraan akibat dampak regulasi yang ditetapkan. Pasalnya, begitu ada kenaikan tarif CHT yang berimbas pada menurunnya jumlah permintaan, maka pabrikan akan melakukan efisiensi yang berimbas kepada para pekerjanya.

Belum lagi, lanjut Sudarto, tenaga kerja di IHT juga kini sangat dibatasi ruang geraknya akibat pandemi COVID 19 yang tidak kunjung usai. Ditambah lagi dengan prosedur protokol kesehatan di lokasi kerja yang menyebabkan mereka harus bekerja berdasarkan shift.

"Kami hanya berharap industri ini jangan dianaktirikan, tetapi diberikan peluang untuk tetap bertahan dan memberi manfaat bagi tenaga kerja IHT dan juga negara. Apalagi kehadiran IHT, yang berdiri secara mandiri sebagai industri nasional yang legal, telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi penerimaan negara sehingga sudah sepatutnya dilindungi," ujarnya.

Di satu sisi, Sudarto mengatakan pihaknya mengapresiasi upaya pemerintah yang tidak menaikkan tarif cukai SKT pada tahun ini, serta bantuan untuk para anggotanya. “Kami juga berterima kasih karena pekerja rokok disebutkan sebagai salah satu penerima manfaat DBHCHT,” ujarnya.

FOLLOW US