• News

Dianggap Sepele Beser dan Ngompol pada Lansia Ternyata tidak Normal, Ini Penjelasnnya!

Asrul | Kamis, 19/08/2021 15:18 WIB
Dianggap Sepele Beser dan Ngompol pada Lansia Ternyata tidak Normal, Ini Penjelasnnya! Dr. dr. Nur Rasid dan Prof. Dr. dr. Siti Setiati saat acara virtual media education (foto:19/21)

Jakarta katakini.com - Beser dan mengompol pada kelompok lansia dan laki-laki yang seringkali dianggap normal, pada hakekatnya merupakan gangguan kesehatan yang dapat menurunkan kualitas hidup, menimbulkan gangguan seksual bahkan depresi. Masyarakat dihimbau untuk mewaspadai gangguan ini dan segera berkonsultasi kepada dokter untuk mendapatkan terapi yang tepat.

Hasil penelitian Perkumpulan Kontinensia Indonesia (PERKINA) pada tahun 2020 yang melibatkan 585 responden yang terdiri dari 267 pria dan 318 perempuan, menunjukkan bahwa 11,6% atau sekitar 68 dari responden mengalami gangguan berkemih. Artinya, sekitar 1 dari 10 orang memiliki gangguan tersebut. Hal ini pun merupakan hal yang cukup berpengaruh, baik dari segi kualitas hidup seseorang, hingga beban pengobatan di masyarakat.

Ketua PERKINA, Prof. dr. Harrina Erlianti Rahardjo, SpU (K), PhD pada Virtual Media Briefing hari ini mengatakan, mengompol atau Enuresis sendiri merupakan kondisi ketika seseorang tidak dapat menahan keluarnya air kencing yang bisa terjadi ketika seseorang tidur atau terbangun. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada anak-anak, namun juga bisa terjadi pada pria dewasa dan usia tua. Mengompol ini sendiri erat kaitannya dengan kondisi yang disebut Inkontinensia Urin, yaitu ketidakmampuan berkemih secara volunteer.

PERKINA merupakan organisasi multidisiplin yang beranggotakan dokter-dokter dari berbagai bidang spesialisasi, yang bertujuan untuk meningkatkan keilmuan dan edukasi ke masyarakat tentang pentingnya kesehatan berkemih. Untuk ke depannya, PERKINA, yang pada hari ini memperingati ulang tahunnya ke-21, akan terus berkontribusi, baik di bidang keilmuan, penelitian, maupun di bidang edukasi ke masyarakat, sesuai dengan tujuan PERKINA sebagai organisasi,” jelasnya.

Dalam sambutannya, Ia mengatakan, Setiap tahunnya, PERKINA mengadakan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) yang menghadirkan pembicara internasional, maupun nasional di bidang gangguan berkemih. Selain itu, PERKINA juga menghadirkan Webinar gratis untuk dokter umum setiap tahunnya yang berisi ilmu terbaru dalam pelayanan dan pengobatan gangguan berkemih di pelayanan primer.

"PERKINA juga mengadakan penelitian multidisiplin dan multicenter, serta berperan aktif dalam membuat panduan pelayan praktis terbaru setiap tahunnya, misalnya panduan tata laksana Nokturia pada tahun 2020, serta panduan tatalaksana Inkontinensia Urin pada tahun ini." ujarnya.

Ia menambahkan, Secara organisasi, PERKINA juga telah melebarkan sayapnya ke berbagai daerah di Indonesia dengan membuka perwakilan di beberapa daerah, misalnya PERKINA Jawa Barat, dan pada tahun ini, PERKINA cabang Malang. PERKINA pun telah diakui di dunia internasional, yang ditandai dengan diterimanya PERKINA sebagai anggota Pan-Pacific Continence Society pada tahun 2019.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. dr. Siti Setiati, Sp.PD, KGer, M.Epid, Divisi Geriati Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM mengatakan, proses penuaan akan berdampak pada pengaturan sistem berkemih. Normalnya, sistem saraf parasimpatis akan melakukan stimulasi kontraksi otot-otot di kandung kemih (otot detrusor) dengan adanya reseptor muskarinik dan 𝝰-1. Sementara sistem saraf simpatis menghambat kontraksi dengan adanya reseptor 𝛽-2.

Dalam paparannya, ia juga menjelaskan perbedaan beser dan mengompol, “Beser atau Overactive Bladder (OAB) merupakan sebuah gangguan fungsi berkemih yang mengakibatkan rasa ingin segera berkemih. Lebih lanjut, beser dapat menjadi salah satu jenis inkontinensia. Sementara, ngompol atau enuresis atau inkontinensia, adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat menahan keluarnya air kencing atau keluarnya air kencing (urin) tanpa dikehendaki.” jelasnya.

“Terdapat 4 jenis inkontinensia yang sering kita jumpai,” lanjutnya, “Pertama, Inkontinensia Tekanan, yang merupakan jenis inkontinensia yang banyak dijumpai dengan prevalensi di Indonesia secara umum adalah 4% dengan lansia sebesar 4.8%. Yang kedua, Inkontinensia Dorongan/beser/urgensi/OAB, tipe ini paling banyak dijumpai pada populasi lansia (9.4%) dibandingkan umum (4.1%) dengan presentase laki-laki lansia tertinggi (11.2%)."

Ia menambahkan, ketiga, yaitu Inkontinensia Campuran, dengan pevalensi di Indonesia pada populasi umum sebesar 1.5% dengan lansia sebesar 4.0%. Terakhir, Inkontinensia Luapan, tipe ini ditemui pada pria karena berkaitan dengan obstruksi saluran berkemih yang disebabkan oleh pembesaran prostat, ataupun batu.

“Tata laksana dapat dilakukan secara Non-Farmakologi dan farmakologis. Tatalaksana non farmakologis dengan pembatasan asupan minum, tidak minum < 2 jam sebelum tidur (nocturia), mengurangi konsumsi kafein, alkohol, minuman bersoda, minuman manis, berhenti merokok, penurunan berat badan, Bladder retaining, latihan otot dasar panggul. Sementara itu, tatalaksana Farmakologi yang dapat dilakukan adalam dengan Anti-muskarinik/Anti-kolinergik, Penghambat reseptor 𝝰-1, Agonis 𝛽 dan pembedahan apabila perlu,” jelasnya.

Gangguan berkemih atau dikenal dengan Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan proses berkemih akibat masalah pada saluran kemih bawah yang di dalamnya termasuk kandung kemih, prostat, sfingter uretra, dan uretra. Gangguan ini sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

Ia menjelaskan, LUTS terbagi atas 3 tipe gejala yakni penyimpanan (storage), pengosongan (voiding), dan post-micturition. Inkontinensia urine adalah keluarnya urine secara tidak sadar dari saluran kemih Inkontinensia merupakan salah satu bentuk gejala LUTS berkaitan dengan proses penyimpanan.

Berdasarkan data survei yang dilansir pada tahun 2008 pada masyarakat di seluruh dunia, terdapatsekitar 8.2% dari total 348 juta penduduk saat itu yang mengalami IU dengan benua Asia sebagaipenyumbang terbesar dan rasio antara laki-laki 1 : 2 perempuan. Dalam studi yang sama, sekitar 18.4% dari seluruh populasi tersebut mengalami gangguan berkemih atau yang dikenal juga dengan LUTS.

Data dari Indonesia yang diwakili dengan penelitian yang dilakukan Departemen Urologi RSCM-FKUI pada tahun 2014 menunjukkan bahwa sekitar 10.8% laki-laki dewasa dan 25% laki-laki lanjut usia di atas 60 tahun mengalami beser dan ngompol.

Dr. dr. Nur Rasyid, SpU (K), Departemen Medik Urologi FKUI-RSCM, menjelaskan lebih lanjut tentang LUTS, penyebab LUTS paling umum pada pria antara lain obstruksi prostat jinak atau dikenal juga dengan Benign Prostate Hyperplasia (BPH), overactive bladder/detrusor overactivity, dan poliuria nokturnal.

"Penyebab lainnya yang perlu dipertimbangkan antara lain batu ureter distal, tumor kandung kemih, striktur uretra, infeksi saluran kemih, benda asing, disfungsi neurogenik kandung kemih, chronic pelvic pain syndrome (CPPS)/prostatitis kronik, dan underactive bladder/detrusor underactivity." jelasnya.

Dalam paparannya, ia mengemukakan, tata laksana konservatif beser dan ngompol pada pria dan lansia secara umum yang dapat dilakukan oleh pasien dengan gangguan berkemih sebelum diagnosis ditegakkan adalah: menggunakan pampers, menjaga berat badan sesuai rekomendasi berdasarkan indeks massa tubuh yang ideal, menghindari atau mengurangi konsumsi kafein dan alkohol, menjaga pola konsumsi cairan yang secukupnya, tindakan pijat uretra, dilakukan untuk mengurangi rasa tidak tuntas pasca buang air kecil.

“Terapi farmakologis untuk gangguan pria diberikan terutama untuk gangguan berkemih dengan gejala yang cukup mengganggu. Untuk gangguan berkemih dengan gejala pengosongan (voiding) yang diakibatkan oleh obstruksi yang umumnya adalah BPH, pemberian obat-obatan yang dapat diberikan antara lain α1-blocker, 5- α reductase inhibitor (5-ARIs), dan phosphodiesterase 5 - inhibitors (PDE5-I). Untuk gangguan berkemih dengan gejala penyimpanan (storage) akibat masalah non-obstruksi yakni OAB dapat diberikan anti-muskarinik dan beta-3 agonis,” tutupnya.

FOLLOW US