Katakini.com - Banyak prilaku penyalahgunaan data pribadi pengguna media sosial (medsos) oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pencurian data pribadi pun marak.
Menghindari pencurian dan penyalahgunaan data-data pribadi, pengguna media sosial diingatkan agar jangan mengumbar status dan data yang bersifat pribadi di dunia maya.
Kepala Pusat Studi Forensik Digital Universitas Islam Indonesia (UII) Yudi Prayudi mendorong masyarakat meningkatkan konsistensi dalam melindungi data pribadi dalam beraktivitas di dunia maya.
"Masyarakat harus disadarkan. Kita harus konsisten kalau tidak ingin privasi kita terekspose ke publik tentunya harus diikuti upaya yang mengarah memproteksi diri kita," kata Yudi di Yogyakarta, Rabu (9/6/2021).
Yudi menilai masyarakat di Indonesia masih memiliki dua perilaku yang saling berlawanan terkait perlindungan data pribadi.
Meski ingin memastikan data pribadi terlindungi, di sisi lain mereka tidak jarang secara sadar mengunggah data atau kondisi, serta foto pribadi di media sosial.
"Ini disebut paradoks privasi. Di satu kita tidak ingin sifat privasi kita terekspose. Tapi di satu sisi kita juga punya perilaku yang ingin diketahui orang lain," kata dia.
Yudi mengatakan apabila data pribadi sudah tersebar di ruang cyber maka sulit untuk mengembalikan dan tinggal menunggu waktu siapa yang bakal memanfaatkan data privasi itu.
"Seperti data di BPJS, kalau sudah terpublish maka kita menunggu waktu saja siapa yang memanfaatkan. Mau dimanfaatkan secara baik atau untuk keperluan yang tidak baik," kata dia.
Ia mengatakan kebocoran data yang memuat informasi identitas individu seperti nomor induk warga negara, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir merupakan pintu masuk dari banyak aktivitas ilegal yang mengarah pada kejahatan siber.
"Karena itulah jual beli data yang memuat informasi penting individu menjadi komoditas penting dalam dunia pasar gelap (dark web)," kata dia seperti dikutip antaranews..
Laporan dari Ponemons, kata dia, menyebutkan bahwa 62 persen sumber dari kebocoran data adalah karena human error. Bahkan laporan yang sama menyebutkan bahwa 55 persen penyebab kebocoran data adalah disebabkan oleh aktivitas user internal (insider threat) yang melakukan tindakan merugikan terhadap keamanan internalnya.